BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan sebuah
Negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu pulau. Kenyataan ini
memungkinkan timbulnya struktur kehidupan perairan yang memunculkan
pemukiman-pemukiman penduduk di sekitar garis pantai. Dalam hal ini, Luas
seluruh wilayah Indonesia dengan jalur laut 12 mil adalah lima juta km2 terdiri
dari luas daratan 1,9 juta km2, laut teritorial 0,3 juta km2, dan perairan
kepulauan seluas 2,8 juta km2. Artinya seluruh laut Indonesia berjumlah 3,1
juta km2 atau sekitar 62 persen dari seluruh wilayah Indonesia. Selain itu,
Indonesia juga merupakan negara dengan garis pantai terpanjang didunia dengan
jumlah panjang garis pantainya sekitar 81.000km. Luas laut yang besar ini
menjadikan Indonesia unggul dalam sektor perikanan dan kelautan (Nontji,2005).
Potensi lestari sumberdaya ikan laut Indonesia
diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah
Indonesia dan perairan ZEEI (Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia), yang terbagi
dalam sembilan wilayah perairan utama Indonesia. Dari seluruh potensi
sumberdaya ikan tersebut, jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar
5,12 juta ton per tahun atau sekitar 80 persen dari potensi lestari, dan sudah
dimanfaatkan sebesar 4,7 juta ton pada tahun 2004 atau 91.8% dari JTB.
Sedangkan dari sisi diversivitas, dari sekitar 28.400 jenis ikan yang ada di
dunia, yang ditemukan di perairan Indonesia lebih dari 25.000 jenis.
Sumberdaya ikan yang hidup di
wilayah perairan Indonesia dinilai memiliki tingkat keragaman hayati (bio-diversity)
paling tinggi. Sumberdaya tersebut paling tidak mencakup 37% dari spesies ikan
di dunia (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1994). Di wilayah perairan
laut Indonesia terdapat beberapa jenis ikan bernilai ekonomis tinggi antara
lain : tuna, cakalang, udang, tongkol, tenggiri, kakap, cumi-cumi, ikan-ikan
karang (kerapu, baronang, udang barong/lobster), ikan hias dan kekerangan
termasuk rumput laut (Barani, 2004).
Terdapat
berbagai kesenjangan yang masih mewarnai pembangunan perikanan di Indonesia
baik secara nasional maupun secara lokal administratif pengelolaan. Berbagai
prasarana yang dibangun oleh pemerintah, seperti pembangunan pelabuhan
perikanan dan tempat-tempat pendaratan ikan yang tersebar di berbagai wilayah
belum memberikan hasil yang memuaskan sesuai dengan yang diharapkan, berbagai
model pengaturan dan kebijakan yang diambil belum dapat menyentuh secara baik
terhadap permasalahan mendasar yang ada (Ali yahya, 2001).
Wilayah pesisir
Provinsi Riau yang berada perairan laut dan sungai besar memiliki potensi
disektor perikanan yang cukup besar, baik sektor perikanan laut maupun sungai.
Luas lebih kurang 8.915.016 Ha (89.150 Km2) yang membentang dari lereng Bukit
Barisan hingga berbatasan Selat Malaka yang terletak antara 01° 05’ 00” Lintang
Selatan - 02° 25’ 00” Lintang Utara atau antara 100° 00’ 00” - 105° 05’ 00”
Bujur Timur. Terdapat wilayah lautan sejauh 12 mil dari garis pantai.
Di daratan terdapat 15
sungai, diantaranya ada 4 sungai besar yang mempunyai arti penting sebagai
sarana perhubungan seperti Sungai Siak (300 Km) dengan kedalaman 8 -12 m,
Sungai Rokan (400 Km) dengan kedalaman 6-8 m, Sungai Kampar (400 Km) dengan
kedalaman lebih kurang 6 m dan Sungai Indragiri (500 Km) dengan kedalaman
6-8 m. Ke 4 sungai yang membelah dari pegunungan daratan tinggi Bukit
Barisan Bermuara di Selat Malaka dan Laut Cina Selatan itu dipengaruhi pasang
surut laut.
Dengan luas perairan
Riau merupakan daerah yang menjanjikan dengan sumberdaya perikanan yang cukup
besar karena didukung potensi sumberdaya laut, yang terkait langsung dengan
potensi perikanan. Untuk sektor perikanan laut, Seperti Panipahan, Rokan
Hilir, Bengkalis, Meranti dan Indragiri Hilir merupakan penyumbang hasil laut
untuk Riau.
Data statistik Dinas
Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau mencatat, potensi perikanan daerah ini
cukup tinggi, yakni lebih 132.000 ton dan itu terus meningkat tiap tahun.
Potensi sektor perikanan di Riau tidak hanya tersebar di sektor kelautan, namun
juga perikatan air tawar. Dalam beberapa tahun terakhir, potensi budidaya kolam
yang mencapai sekitar 14.000 ton. Begitu juga potensi pengembangan tambak dan
keramba, yang pemanfaatannya masih di bawah 10 persen. Potensi inilah yang
dapat dikembangkan secara optimal dalam mendukung pendapatan asli daerah untuk
Pemerintah Provinsi Riau.
Sebagai sebuah sistem dari keseluruhan pengelolaan
potensi laut yang ada tersebut, bidang perikanan dapat dijadikan sebagai
indikator yang baik bagi pengelolaan laut. Dikarenakan di sektor tersebut
terdapat sumber daya ikan yang sangat besar. Sehingga perikanan sebagai salah
satu SDA yang mempunyai peranan penting dan strategis dalam pembangunan
perekonomian nasional terutama dalam meningkatkan perluasan kesempatan kerja,
pemerataan pendapatan dan peningkatan taraf hidup bangsa pada umumnya, nelayan
kecil, pembudidaya ikan kecil dan pihak-pihak pelaku usaha di bidang perikanan
dengan tetap memelihara lingkungan, kelestarian dan ketersediaan sumber daya,
(Danuri,2009).
Sumber daya perikanan sebenarnya secara potensial dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan taraf hidup dan kesejahtraan nelayan, namun pada kenyataannya
masih cukup banyak nelayan yang belum dapat meningkatkan hasil tangkapannya,
sehingga tingkat pendapatan nelayan tidak meningkat.
Masyarakat yang mempunyai mata pencaharian dan berpenghasilan sebagai usaha
nelayan merupakan salah satu dari kelompok masyarakat yang melakukan aktivitas
usaha dengan mendapatkan penghasilan bersumber dari kegiatan usaha nelayan itu
sendiri. Nelayan adalah
orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan
dan binatang air lainnya. Tingkat kesejahtraan nelayan sangat ditentukan oleh
hasil tangkapannya. Banyaknya tengkapan tercermin pula besar pendapatan yang
diterima dan pendapatan tersebut sebagian besar untuk keperluan konsumsi
keluarga. Dengan demikian tingkat pemenuhan kebutuhan konsumsi keluarga atau
kebutuhan fisik minimum (KFM) sangat ditentukan oleh pendapatan yang diterima.
Para usaha nelayan melakukan pekerjaan dengan tujuan untuk memperoleh
pendapatan demi kebutuhan hidup. Untuk pelaksanaannya diperlukan beberapa
perlengkapan dan dipengaruhi oleh banyak faktor guna mendukung keberhasilan
kegiatan. Menurut Salim (1999) faktor yang mempengaruhi pendapatan usaha
nelayan meliputi sektor sosial dan ekonomi yang terdiri dari besarnya modal,
jumlah tenaga kerja, pengalaman kerja, teknologi. Dengan
demikian pendapatan nelayan berdasarkan besar kecilnya volume tangkapan, masih
terdapat beberapa faktor yang lain yang ikut menentukannya yaitu faktor sosial
dan ekonomi selain diatas.
Pengembangan sektor kelautan dan perikanan berjalan lambat, karena kebijakan pembangunan lebih berorientasi kepada
pengembangan kegiatan di daratan dibandingkan di kawasan pesisir dan lautan.
Sehingga eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya pesisir dan kelautan terabaikan,
dan sebagian besar masyarakat pesisir yang bekerja sebagai nelayan masih hidup
di bawah garis kemiskinan, (Serdiati, 2002).
Upaya yang dilakukan dalam kaitannya dengan rencana kebijaksanaan
pembangunan sektor pertanian, khususnya subsektor perikanan, bertujuan untuk
a) Meningkatkan
produksi dan mutu hasil perikanan baik untuk memenuhi pangan. Gizi dan bahan
baku industri dalam negeri serta ekspor hasil perikanan.
b) Meningkatkan
produktivitas usaha perikanan dan nilai tambah serta meningkatkan pendapatan
nelayan,
c) Memperluas
lapangan kerja serta kesempatan berusaha dalam menunjang pembangunan daerah,
d) Meningkatkan
pembinaan kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup.
Dengan kenyataan tersebut maka sudah sewajarnya apabila potensi sumberdaya
perikanan yang ada dikembangkan penangkapannya untuk kemakmuran rakyat dengan
tetap memelihara dan menjaga kelestarian sumberdaya perikanan ini, disamping
memperhatikan faktor-faktor yang menunjang perolehan produksi usaha nelayan
tersebut.
Wilayah di Desa Panipahan Laut kabupaten Rokan Hilir memiliki potensi
kelautan dan perikanan yang cukup besar.
Desa Panipahan Laut Kabupaten Rokan Hilir memiliki banyak daerah pantai
yang berpotensi terhadap subsektor perikanan, khususnya penangkapan ikan laut. Pada subsektor perikanan laut jumlah perahu
tanpa mesin dan perahu mesin penangkap ikan pada tahun 2014 masing-masing
tercatat 150 buah dan 111 yang tidak menggunakan mesin buah.
Kontribusi subsektor perikanan di Desa Panipahan Laut
Kabupaten Rokan Hilir dari tahun
ketahun terus mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini disebabkan karena
dari tahun ketahun teknologi dibidang perikanan semakin berkembang dan tingkat
harga penjualan semakin meningkat. Pada tahun 2006-2010 mengalami peningkatan,
tahun 2006 sebesar 786.319 juta rupiah dan meningkat pada tahun 2010 sebesar
1284.149 juta rupiah.
( belum tau juga)
Dari uraian tersebut maka penulis akan mengkaji lebih jauh tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usaha nelayan dalam judulskripsi
yaitu “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Usaha Nelayan di
Desa Panipahan Laut Kabupaten Rokan Hilir”.
1.2 Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang dan uraian yang telah diungkapkan maka
permasalahan yang akan dianalisis adalah:
·
Seberapa besar pengaruh parsial dan simultan modal
kerja, tenaga kerja, pengalaman kerja, dan teknologi terhadap pendapatan usaha
nelayan di Desa Panipahan Laut Kecamatan Pasir Limau Kapas Kabupaten Rokan
Hilir.
1.3 Tujuan penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
·
Untuk mengetahuibesarnya pengaruh parsial dan simultan
modal kerja,tenaga kerja, pengalaman kerja, dan teknologi terhadap pendapatan
usaha nelayan di Desa Panipahan Laut Kecamatan Pasir Limau Kapas Kabupaten
Rokan Hilir.
1.4 Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
1.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan
bagi pemerintah dan pihak lain, dalam upaya mencari pendekatan dan strategi
terbaik dalam melakukan upaya untuk meningkatkan pendapatan usaha
nelayan.
2.
Sebagai bahan acuan bagi peneliti selanjutnya terutama
yang berminat untuk meneliti mengenai sektor perikanan terutama pada pendapatan
usaha nelayan.
3.
Bagi penulis untuk menambah wawasan terutama yang
berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan usaha
nelayan di Kabupaten Bone.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Teoritis
2.1.1
Usaha Nelayan
Penangkapan ikan dan
pengumpulan hasil laut lainnya merupakan mata pencaharian pokok usaha nelayan.
Pada dasarnya usaha penangkapan ikan yang dilakukan usaha nelayan secara teknis
ekonomis merupakan suatu proses produksi yang bersifaf ekstraktif, yakni mengambil
hasil alam tanpa mengembalikan sebagian hasilnya untuk keperluan dikemudian
hari, (Mubyarto, 1985). Namun demikian tidak mesti berarti bahwa usaha
perikanan rakyat merupakan usaha yang bersifat subsistem.
Sebuah usaha nelayan
yang melakukan kegiatan penangkapan ikan pada akhirnya akan bertujuan untuk
memperoleh pendapatan usaha sebanyak-banyaknya.
Usaha nelayan yang
sampai saat ini masih merupakan tema yang sangat menarik untuk didiskusikan.
Membicarakan usaha nelayan hampir semua
isu yang selalu muncul adalah masyarakat yang marginal, miskin dan menjadi
sasaran eksploitasi penguasa baik secara ekonomi maupun secara politik.
Nelayan adalah orang
yang hidup dari mata pencaharian hasil laut. Di Indonesia para nelayan biasanya
bermukim di daerah pinggir pantai atau pesisir laut. Komunitas nelayan adalah
kelompok yang bermata pencaharian hasil laut dan tinggal di desa-desa pantai
atau pesisir (Sastrawidjaya, 2002). Ciri komunitas nelayan dapat dilihat dari
berbagai segi, yaitu:
a)
Pertama, dari segi mata pencaharian,
nelayan adalah mereka yang aktivitasnya berkaitan dengan lingkungan laut atau
pesisir, atau mereka yang menjadikan perikanan sebagai mata pencaharian mereka.
b)
Kedua, dari cara segi hidup, komunitas
nelayan adalah komunitas gotong royong. Kebutuhan gotong royong dan tolong
menolong terasa sangat penting pada saat untuk mengatasi keadaan yang menuntut
pengeluaran biaya besar dan pengerahan tenaga kerja yang banyak.
c)
Ketiga, dari segi keterampilan, meskipun
pekerjaan nelayan adalah pekerjaan berat namun pada umumnya mereka hanya
memilik keterampilan sederhana. Kebanyakan dari mereka bekerja sebagai nelayan
adalah profesi yang diturunkan oleh orang tua, bukan yang dipelajari secara
professional.
Dari bangunan
struktur sosial, komunitas nelayan terdiri atas komunitas yang heterogen dan
homogeny. Masyarakat yang heterogen adalah mereka yang bermukim di desa-desa
yang mudah dijangkau secara transportasi darat, sedangkan komunitas yang
homogeny terdapat di desa-desa nelayan terpencil biasanya menggunakan alat-alat
tangkap ikan yang sederhana, sehingga produktivitasnya kecil. Sementara itu
kesulitan transportasi angkutan hasil ke pasar juga akan menjadi penyebab
rendahnya harga hasil laut di daerah mereka. (sastrawidjaya, 2002).
Dilihat dari teknologi peralatan
tangkap yang digunakan dapat dibedakan dalam dua katagori, yaitu usaha nelayan
modern dan usaha nelayan tradisional. Usaha nelayan modern mengunakan teknologi
penangkapan yang lebih canggih dibandingkan dengan Usaha nelayan tradisional.
Ukuran modernitas bukan semata-mata
karena pengunaan motor untuk mengerakkan perahu, melainkan juga besar kecilnya
motor yang digunakan serta tingkat eksploitasi dari alat tangkap yang
digunakan. Perbedaan modernitas teknologi alat tangkap juga akan berpengaruh
pada kemampuan jelajah operasional mereka, (Imron, 2003).
Pada umumnya dalam
pengusahaan perikanan laut terdapat tiga jenis nelayan, yaitu; nelayan
pengusaha, nelayan campuran dan nelayan penuh. Nelayan pengusaha yaitu pemilik
modal yang memusatkan penanaman modalnya dalam operasi penangkapan ikan.
Nelayan campuran yaitu seseorang nelayan yang juga melakukan pekerjaan yang
lain di samping pekejaan pokoknya sebagai nelayan. Sedangkan nelayan penuh
ialah golongan nelayan yang hidup sebagai penangkap ikan di laut dan dengan
memakai peralatan lama atau tradisional.Namun demikian apabila sebagian besar
pendapatan seseorang berasal dari perikanan (darat dan laut) ia disebut sebagai nelayan.
(Mubyarto, 2002).
Status usaha nelayan dapat dibedakan
berdasarkan kepemilikan modal dan keterampilan melaut. Usaha nelayan yang
memiliki modal kuat ditempatkan pada nelayan atas yang disebut punggawa. Lapisan berikutnya ditempati
oleh nelayan yang memiliki keterampilan tingngi dalam melaut disebut juragan. Sedangkan lapisan paling bawah
adalah nelayan yang mempunyai keterampilan rendah dan hanya mengandalkan tenaga
dalam penangkapan ikan disebut sawi,
(Salman, 1995).
Sejalan dengan itu, dalam hal
tingkat pendidikan khususnya bagi nelayan tradisional, untuk bekal kerja
mencari ikan dilaut, latar belakang seorang nelayan memang tidak penting
artinya karena pekerjaan sebagai merupakan pekerjaan kasar yang lebih banyak
mengandalkan otot dan pengalaman, maka setinggi apapun tingkat pendidikan
nelayan itu tidaklah memberikan pengaruh terhadap kecakapan mereka dalam
melaut. Persoalan dari arti penting tingkat pendidikan ini biasanya baru
mengedepankan jika seorang nelayan ingin berpindah ke pekerjaan lain yang lebih
menjanjikan. Dengan pendidikan yang rendah jelas kondisi itu akan mempersulit
nelayan tradisional memilih atau memperoleh pekerjaan lain selain mejadi
nelayan. (Kusnadi, 2003).
2.1.2
Teori Pendapatan
Menurut ahli ekonomi
klasik, pendapatan ditentukan oleh kemampuan faktor–faktor produksi dalam
menghasilkan barang dan jasa. Semakin besar kemampuan faktor–faktor produksi
menghasilkan barang dan jasa , semakin besar pula pendapatan yang diciptakan.
Pendapatan
usaha nelayan adalah selisih antara peneriamaan (TR) dan semua biaya (TC). Jadi
Pd = TR – TC. Penerimaan usaha nelayan (TR) adalah perkalian antara produksi
yang diperoleh (Y) dengan harga jual (Py). Biaya usaha nelayan biasanya
diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak
tetap (variable cos). Biaya tetap (FC) adalah biaya yang relatif tetap
jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau
sedikit. Biaya variabel (VC) adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh
produksi yang diperoleh, contoh biaya untuk tenaga kerja. Total biaya (TC)
adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC), maka TC = FC + VC
(soekartawi, 2002).
Mayers dalam
terjemahan sitohang (1996), memandang pendapatan dari sisi efektifitas
penggunaannya untuk memenuhi kebutuhan adalah “Pendapatan adalah nilai barang
atau jasa tertentu pada akhir jangka tertentu yang mempunyai indikasi bahwa
makna pendapatan bisa saja bergeser seiring dengan tingkat pengeluaran konsumsi
masyarakat”.
Menurut
Sukirno (2006) pendapatan adalah jumlah penghasilan yang diterima oleh penduduk
atas prestasi kerjanya selama satu periode tertentu, baik harian, mingguan,
bulanan atau tahunan. Dan ada beberapa klasifikasi pendapatan yaitu:
a)
Pertama, pendapatan pribadi yaitu semua jenis pendapatan yang
diperoleh tanpa memberikan sesuatu kegiatan apapun yang diterima penduduk suatu
negara.
b)
Kedua, pendapatan disposibel yaitu pendapatan pribadi
dikurangi pajak yang harus dibayarkan oleh para penerima pendapatan, sisa
pendapatan yang siap dibelanjakan inilah yang dinamakan pendapatan disposibel.
c)
Ketiga, pendapatan nasional yaitu nilai seluruh barang-barang
jadi dan jasa-jasa yang diproduksi oleh suatu negara dalam satu tahun.
Menurut
Sobri (1999) pendapatan disposibel adalah suatu jenis penghasilan yang
diperoleh seseorang yang siap untuk dibelanjakan atau dikonsumsikan. Besarnya
pendapatan disposibel yaitu pendapatan yang diterima dikurangi dengan pajak
langsung (pajak perseorangan) seperti pajak penghasilan.
Menurut
teori Milton Friedman bahwa pendapatan masyarakat dapat digolongkan menjadi
dua, yaitu pendapatan permanen dan pendapatan sementara. Pendapatan permanen
dapat diartikan yaitu:
a)
Pertama, pendapatan yang selalu diterima pada periode
tertentu dan dapat diperkirakan sebelumnya, sebagai contoh adalah pendapatan,
upah, dan gaji.
b)
Kedua, pendapatan yang diperoleh dan hasil semua faktor yang
menentukan kekayaan seseorang.
Pendapatan menekan
pada perwujudan balas jasa dari partisipasi seseorang dalam satu kegiatan
produksi dimana tergambar pada sumbangan faktor-faktor produksi atas nilai
tambah (value added) pada tingkat out put tertentu. Nilai tambah inilah yang
merupakan pokok utama dari balas jasa yang selanjutnya disebut pendapatan.
Pendapatan tersebut dipilih menurut jangka waktu tertentu sehingga arti
praktisnya nampak, misalnya satu bulan, dan lain sebagainya.
Tingkat pendapatan
rumah tangga tergantung kepada jenis-jenis kegiatan yang dilakukan. Jenis
kegiatan yang mengikut serta kan modal atau keterampilan mempunyai
produktivitas tenaga kerja lebih tinggi, yang pada akhirnya mampu memberikan
pendapatan yang lebih besar, (winardi, 1988).
2.1.3
Teori Produksi
Teori produksi yang
sederhana menggambarkan tentang hubungan di antara tingkat produksi suatu
barang dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan berbagai
tingkat produksi barang tersebut. Dalam analisis tersebut dimisalkan bahwa
faktor-faktor produksi lainnya adalah tetap jumlahnya, yaitu modal dan tanah
jumlah dianggap tidak mengalami perubahan. Juga teknologi dianggap tidak
mengalami perubahan. Satu-satunya faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya
adalah tenaga kerja, (Sukirno, 2004).
Produksi merupakan
hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa
masukan atau input. Produksi atau memproduksi menambah kegunaan suatu barang.
Kegunaan suatu barang akan bertambah bila memberikan manfaat baru atau lebih
dari bentuk semula. Lebih spesifik lagi produksi adalah kegiatan perusahaan
dengan mengkombinasikan berbagai input untuk menghasilkan output dengan biaya
yang minimum, (Joesron dan Fathorrosi, 2003).
Produksi merupakan
konsep arus. Apa yang dimaksudkan dengan konsep arus disini adalah produksi
merupakan kegiatan yang diukur sebagai tingkat-tingkat output per unit
priode/waktu. Sedangkan outputnya sendiri senantiasa diasumsikan konstan
kualitasnya. Jadi bila kita berbicara mengenai peningkatan produksi, itu
berarti peningkatan output dengan mengasumsikan faktor-faktor lain yang
sekiranya berpengaruh tidak berubah sama sekali (konstan). Pemakaian sumber
daya dalam suatu proses produksi juga diukur sebagai arus. Modal dihitung
sebagai sediaan jasa, katakanlah mesin per jam, jadi bukan dihitung sebagai
jumlah mesinnya secara fisik, (Miller dan Miners, 1999).
2.1.4
Fungsi Produksi
Menurut Joesron dan
Suhartati (2003) produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas
ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Dengan pengertian ini
dapat dipahami bahwa kegiatan produksi adalah mengkombinasikan berbagai input
atau masukan untuk menghasilkan output. Hubungan teknis antara input dan output
tersebut dalam bentuk persamaan, tabel atau grafik merupakan fungsi produksi.
Jadi, fungsi produksi adalah suatu persamaan yang menunjukkan jumlah maksimum
output yang dihasilkan dengan kombinasi input tertentu.
Masing-masing faktor
maempunyai fungsi yang berbeda dan saling terkait satu sama lain. Kalau salah
satu faktor tidak tersedia maka proses produksi tidak akan berjalan, terutama
tiga faktor yaitu tanah, modal, dan manajemen, tentu proses produksi atau
usahatani tidak akan jalan.
Input produksi sangat
banyak dan yang perlu dicatat disini bahwa input produksi hanyalah input yang
tidak mengalami proses nilai tambah. Jadi didalam fungsi produksi diatas tidak
biasa dimasukkan material sebab dalam fungsi produksi ada subtitusi antara
faktor produksi. Hubungan antara input dan output ini dalam dunia nyata sangat
sering kita jumpai. Hubungan antara input dan output dari yang paling sederhana
sampai yang paling kompleks, sekalipun ada disekitar kita, belum banyak yang
memahami berbagai model yang dapat diterapkan untuk mempelajari pola hubungan antara
input dan output.
2.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan
Usaha nelayan adalah
orang yang melakukan penangkapan di laut dan di tempat yang masih dipengaruhi
pasang surut, (Tarigan, 2000). Jadi bila ada yang menangkap ikan di tempat
budidaya ikan seperti tambak, kolam ikan, danau, sungai tidak termasuk nelayan.
Selanjutnya, menurut Tarigan (2000).
Rendahnya kualitas
sumber daya manusia masyarakat nelayan yang terefleksi dalam bentuk kemiskinan
sangat erat kaitannya dengan faktor internal dan eksternal masyarakat. Faktor
internal misalnya pertumbuhan penduduk yang cepat, kurang berani mengambil
resiko, cepat puas dan kebiasaan lainnya yang tidak mengandung modernisasi.
Selain itu kelemahan modal usaha dari nelayan sangat dipengaruhi oleh pola pikir
nelayan itu sendiri. Faktor eksternal yang mengakibatkan kemiskinan rumah
tangga nelayan lapisan bawah antara lain proses produksi didominasi oleh toke
pemilik perahu atau modal dan sifat pemasaran produksi hanya dikuasai kelompok
tertentu dalam bentuk pasar monopsoni, (Kusnadi, 2003).
Ada tiga faktor yang
mempengaruhi peningkatan pendapatan usaha nelayan dan diuraikan sebagai
berikut:
1.
Teknologi
Peralatan
yang digunakan oleh nelayan dalam penangkapan ikan (produksi) adalah alat
penerangan (lampu) dan jaring.
Peralatan
atau modal usaha nelayan adalah nilai dari pada peralatan yang digunakan
seperti:
·
Harga
perahu, apakah mempergunakan mesin besar atau kecil yang dimiliki nelayan.
·
Harga
dari peralatan penangkapan ikan, misalnya jaring dan lain-lain.
Tenaga kerja, banyak
atau sedikit tenaga kerja yang digunakan dalam melaut (menangkap ikan).
2.
Sosial
Ekonomi
Umur. Seseorang yang telah berumur 15
tahun ke atas baru disebut sebagai nelayan, dibawah umur tersebut walaupun ia
melaut tidak disebut sebagai nelayan. Umur juga mempunyai pengaruh terhadap
pendapatan walaupun pengaruhnya tdk terlalu besar.
Pengalaman. Apabila seseorang dianggap
nelayan yang telah berumur 15-30 tahun, diatas 30 tahun dianggap sebagai
nelayan yang berpengalaman. Hal ini merupakan kategori atau klasifikasi untuk
menentukan banyak jumlah tangkapan ikan dilaut.
Musim. Musim sangat berpengaruh kepada
keadaan kehidupan nelayan yaitu musim barat dan musim timur. Dalam satu tahun
ada dua musim yaitu musim timur dari bulan Maret sampai Agustus, umumnya
gelombang besar, pasang tinggi,arus deras, curah hujan selalu terjadi, keadaan
demikian ini pada umumnya nelayan sangat jarang ke laut karena takut bahaya,
jadi produksi sedikit dan harga ikan akan tinggi. Pada musim barat biasanya
dari September sampai Februari keadaan pasang tidak terlalu tinggi, arus tidak
terlampau deras, gelombang tidak terlampau besar. Pada musim inilah nelayan
banyak mendapat ikan. Disamping kedua musim tersebut dalam setahun, ada lagi
pengaruh musim bulanan yaitu pada bulan purnama. Pada bulan purnama atau terang
arus akan deras dan pasang akan tinggi. Sebaliknya pada bulan gelap, gelombang akan kecil, arus tidak bergerak
yang disebut dengan istilah pasang mati. Pada kedua keadaan ini nelayan akan
kurang mendapatkan ikan dan harga ikan akan tinggi apalagi pada musim timur
keadaan ini umumnya nelayan tidak akan turun melaut, kalaupun turun melaut
hanya dipinggir saja.
Kegiatan
spekulatif dalam penangkapan ikan semakin meningkat ketika kondisi tangkap
melanda. Dalam keadaan yang demikian, sulit membedakan antara masa musim ikan
dan masa paceklik, (kusnadi, 2003).
3.
Tata
Niaga
Ikan
adalah komoditi yang mudah rusak dan busuk, jadi penyampaiannya dari produsen
(nelayan) kepada konsumen harus cepat agar kualitas atau kondisinya tidak rusak
atau busuk kalau ikan itu diolah. Kondisi atau keadaan ikan ini sangat
berpengaruh kepada harga ikan, demikian juga nilai gizinya. Jadi dalam hal ini
dilihat nilai efisiensi dari penggunaan tata niaga perikanan tersebut, dari
produsen ke konsumen berarti semakin baik dan semakin efisien tata niaganya dan
kriterianya adalah sebagai berikut :
Panjang
atau pendeknya saluran distribusi yang dilalui oleh hasil produksi dalam hal
ini ikan dari nelayan sampai kepada konsumen. Banyak atau sedikitnya dari
jumlah pos-pos yang terdapat pada saluran distribusi tersebut. Apabila banyak
mengakibatkan panjang (jauhnya) jarak antara produsen dan konsumen akhir yang
artinya makin tidak efisien.
Menambah
keuntungan atau tidak yaitu setiap pos saluran distribusi tersebut apakah
menambah keuntungan atau tidak bagi nelayan. Dalam hal ini kita bandingkan dari
kemungkinan-kemungkinan yang ada dan meneliti apakah ada korelasi antara
hal-hal diatas tadi akan menambah atau memperbesar pendapatan nelayan.
Meningkatnya tangkapan nelayan berarti meningkatkan kesejahtraan nelayan
tersebut. Demikian juga hal tersebut menunjang program pemerintah yaitu
pengentasan kemiskinan.
Saluran
distribusi
Hasil
tangkapan (produksi) nelayan itu selanjutnya kita lihat cara pemasarannya, khususnya
saluran distribusi dari produsen (nelayan) kepada pemakai akhir atau konsumen.
Saluran distribusi dari hasil laut ini dapat dibagi sebagai berikut :
·
Saluran
distribusi untuk konsumen akhir
·
Saluran
distribusi untuk rumah tangga
·
Saluran
distribusi untuk pengawetan
·
Saluran
distribusi untuk coldstorage (eksportir)
2.2.1
Modal dan Biaya Produksi
Menurut
Milton Friedman, uang merupakan salah satu bentuk kekayaan seperti halnya
bentuk-bentuk kekayaan yang lain, misalanya surat berharga, tanah, dan keahlian.
Bagi seorang pengusaha, uang merupakan barang yang produktif. Apabila uang
tersebut dikombinasikan dengan faktor produksi yang lain, pengusaha dapat
menghasilkan barang. Dengan demikian, teori permintaan uang dapat pula
dipandang sebagai teori tentang modal (Capital Theory).
Friedman
memberikan definisi kekayaan meliputi segala sesuatu yang merupakan sumber
pendapatan. Salah satu sumber pendapatan ini berasal dari diri manusia itu
sendiri, yaitu keahlian (skill). Milton Friedman ternyata membagi kekayaan dengan lima kategori, yaitu
uang, kas obligasi, saham, kekayaan yang berbentuk fisik, dan kekayaan yang
berbentuk manusia atau keahlian (skill).
Akumulasi
modal terjadi apabila sebagian dari pendapatan di tabung dan di investasikan
kembali dengan tujuan memperbesar output dan pendapatan dikemudian hari.
Pengadaan pabrik baru, mesin-mesin, peralatan dan bahan baku meningkatkan stock
modal secara fisik (yakni nilai riil atas seluruh barang modal produktif secara
fisik) dan hal ini jelas memungkinkan akan terjadinya peningkatan output di
masa mendatang, (Sukirno,2000).
Manusia selalu
memiliki aset (modal) yang dengan modal itu dia bisa mempertahankan hidup
dengan baik. Bahkan orang yang paling miskin sekalipun selalu memiliki aset
kehidupan atau sumber daya dimana dengan itu mereka bergantung. Usaha untuk
membuat kehidupan yang lebih terjamin dan berkelanjutan haruslah dibangun
diatas pemahaman terhadap aset-aset yang telah dimiliki dan sejauh mana mereka
dalam menggunakan dan mengembangkan aset tersebut. Adapun modal tersebut adalah modal sumber daya alam, modal ekonomi,
modal fisik dan modal sosial. (Mukherjee, 2001)
Modal ada dua macam,
yaitu modal tetap dan modal bergerak. Modal tetap diterjemahkan menjadi biaya
produksi melalui deprecition cost dan bunga modal. Modal bergerak langsung
menjadi biaya produksi dengan besarnya biaya itu sama dengan nilai modal yang
bergerak.
Setiap produksi
subsektor perikanan dipengaruhi oleh faktor produksi modal kerja. Makin tinggi
modal kerja per unit usaha yang digunakan meka diharapkan produksi ikan akan
lebih baik, usaha tersebut dinamakan padat modal atau makin intensif.
Sebagian dari modal
yang dimiliki oleh nelayan digunakan sebagai biaya produksi atau biaya operasi,
yaitu penyediaan input produksi, biaya operasi dan biaya-biaya lainnya dalam
suatu usaha kegiatan nelayan. Biaya produksi atau biaya operasi nelayan
biasanya diperoleh dari kelompok nelayan kaya ataupun pemilik modal, karena
adanya hubungan pinjam-meminjam uang sebagai modal kerja dimana pada musim panen
hasil tangkap (produksi) ikan nelayan digunakan untuk membayar seluruh
pinjaman/utang, dan tingkat harga ikan biasanya ditentukan oleh pemilik modal.
Total biaya
diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak
tetap (variabel cost). Biaya tetap (FC) adalah biaya yang relatif tetap
jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun hasil tangkapan ikan (produksi)
diperoleh banyak atau sedikit. Biaya variabel (VC) adalah biaya yang besar
kecilnya dipengaruhi oleh hasil tangkapan ikan (produksi) yang diperoleh,
contohnya biaya untuk tenaga kerja. Total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya
tetap (FC) dan biaya variabel (VC), maka TC = FC + VC, (Rahardja, Manurung,
2006).
2.2.2
Faktor Tenaga Kerja
Teori Keynes
mengatakan cara mengurangi pengangguran yaitu dengan memperbanyak investasi,
misalnya mesin karena mesin butuh operator otomatis akan menyerap tenaga kerja.
Selain itu konsumsi harus sama dengan pendapatan, karena banyaknya tingkat
konsumsi akan memerlukan juga banyak output sehingga otomatis harus menambah
perkerja, apabila outpunya banyak otomatis gaji para pekerja akan naik sehingga
daya beli mereka meningkat, (Noer, 2009).
Tenaga kerja merupakan faktor yang sangat penting dalam produksi, karena
tenaga kerja merupakan faktor penggerak faktor input yang lain, tanpa adanya
tenaga kerja maka faktor produksi lain tidak akan berarti. Dengan meningkatnya
produktifitas tenaga kerja akan mendorong peningkatan produksi sehingga
pendapatan pun akan ikut meningkat.
Aset utama para usaha nelayan, hanya tenaga kerja dan keterampilan, serta kreatifitas yang
relaitif masih rendah. Meskipun pekerjaan sebagai nelayan cepat mendatangkan
hasil, tetapi seringkali penghasilan itu tidak mencukupi kebutuhan rumah tangga
mereka. Usaha
nelayan mempunyai peranan yang sangat substansial dalam
modernisasi kehidupan manusia. Mereka termasuk agent of development yang
saling reaktif terhadap perubahan lingkungan. Sifat yang lebih terbuka
dibanding kelompok masyarakat yang hidup di pedalaman, yang menjadi stimulator
untuk menerima perkembangan modern.
Berbicara masalah
tenaga kerja di Indonesia dan juga sebagian besar negara-negara berkembang
termasuk negara maju pada umumnya merupakan tenaga kerja yang dicurahkan untuk
usaha nelayan atau usaha keluarga. Keadaan ini berkembang dengan semakin
meningkatnya kebutuhan manusia dan semakin majunya suatu kegiatan usaha nelayan
karena semakin maju teknologi yang digunakan dalam operasi penangkapan ikan,
sehingga dibutuhkan tenaga kerja dari luar keluarga.
Setiap
usaha kegiatan nelayan yang akan dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja,
banyaknya tenaga kerja yang dibutuhkan harus sesuai dengan kapasitas kapal
motor yang dioperasikan sehingga akan mengurangi biaya melaut (lebih efisien)
yang diharapkan pendapatan tenaga kerja akan lebih meningkat, karena tambahan
tenaga tersebut profesional, (Masyhuri, 1999). Oleh karena itu dalam analisa
ketenagakerjaan usaha nelayan, penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya
curahan kerja. Curahan tenaga kerja yang dipakai dalam besarnya tenaga kerja
efektif yang dipakai.
2.2.3 Faktor
Pengalaman
Pengalaman kerja adalah pengetahuan atau
keterampilan yang telah diketahui dan dikuasai seseorang yang akibat dari
perbuatan atau pekerjaan yang telah dilakukan selama beberapa waktu tertentu,
(Trijoko, 1980).
Pengalaman
sebagai nelayan secara langsung maupun tidak, memberikan pengaruh kepada hasil
penangkapan ikan. Semakin lama seseorang mempunyai pengalaman sebagai nelayan,
semakin besar hasil dari penangkapan ikan dan pendapatan yang diperoleh,
(Yusuf, 2003).
Faktor pengalaman,
faktor ini secara teoritis dalam buku, tidak ada yang membahas bahwa pengalaman
merupakan fungsi dari pendapatan atau keuntungan. Namun, dalam aktivitas
nelayan dengan semakin berpengalaman dalam menangkap ikan bisa meningkatkan
pendapatan atau keuntungan.
2.2.3.1.
Pengukuran Pengalaman Kerja
Menurut Asri, (1986),
Pengukuran pengalaman kerja sebagai sarana untuk menganalisa dan mendorong
efisiensi dalam pelaksanaan tugas pekerjaan. Beberapa hal yang digunakan untuk
mengukur pengalaman kerja seseorang adalah:
1)
Gerakannya
mantap dan lancar Setiap anggota yang berpengalaman akan melakukan gerakan yang
mantap dalam bekerja tanpa disertai keraguan.
2)
Gerakannya
berirama, Artinya terciptanya dari kebiasaan dalam melakukan pekerjaan sehari –
hari.
3)
Lebih
cepat menanggapi tanda – tanda, Artinya tanda – tanda seperti akan terjadi
kecelakaan kerja
4)
Dapat
menduga akan timbulnya kesulitan sehingga lebih siap menghadapinya karena
didukung oleh pengalaman kerja dimilikinya maka seorang anggota yang
berpengalaman dapat menduga akan adanya kesulitan dan siap menghadapinya.
5)
Bekerja
dengan tenang, Seorang anggota yang berpengalaman akan memiliki rasa percaya
diri yang cukup besar
2.2.4 Faktor Teknologi
Nelayan dikategorikan sebagai seseorang yang pekerjaannya menangkap ikan
dengan mengunakan alat tangkap yang sederhana, mulai dari pancing, jala,
jaring, pukat, dan lain sebagainya. Namun dalam perkembangannya dikategorikan
sebagai seorang yang berprofesi menangkap ikan dengan alat yang lebih modern
ialah kapal ikan dengan alat tangkap modern.
Semakin canggih teknologi yang digunakan nelayan maka akan semakin meningkatkan produktifitas
hasilnya lebih meningkatkan produksi, yang didalamnya tersirat kesimpulan bahwa
masyarakat akan memperoleh penghasilan yang lebih tinggi.
Keberadaan nelayan digolongkan menjadi 4 tingkatan dilihat dari kapasitas
teknologi (alat tangkap dan armada), orientasi pasar dan karakteristik pasar.
Keempat kelompok tersebut, antara lain nelayan tradisional (peasant-fisher)
yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan sendiri; post peasant-fisher atau nelayan
yang menggunakan teknologi penangkapan ikan yang lebih maju, seperti motor
tempel atau kapal motor; commercial fisher atau nelayan yang telah berorientasi
pada peningkatan keuntungan, dan industrial fisher yang memiliki beberapa ciri,
seperti terorganisasi, padat modal, pendapatan lebih tinggi, dan berorientasi
ekspor,(Satria, 2002).
2.3 Tinjauan Empiris
(Penelitian Terdahulu)
Zulfikar
(2002), hasil penelitian tentang analisis bagi hasil terhadap pendapatan buruh
nelayan di Kabupaten Deli Serdang, bahwa hasil analisis dapat diketahui untuk
uji beda rata-rata nelayan melaut marawai dan melaut pancing diperoleh t-hitung
12,20 pada tingkat pengujian signifikan 5% maka t-tabel = 1,734. Karena
t-hitung > t-tabel maka Ho ditolak. Artinya ada perbedaan yang signifikan
antara pendapatan melaut marawai dan pancing. Untuk uji beda rata-rata melaut
pancing dan melaut jaring diperole t-hitung 2,21 pada tingkat signifikan 5%
maka t-tabel = 1,734. Karena t-hitung > t-tabel maka Ho ditolak. Hal ini
berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara melaut pancing dan jaring.
Salim
(1999), dalam penelitian tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat pendapatan nelayan di Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh, menyatakan
bahwa variabel independent jarak tempuh melaut, modal, pengalaman kerja, jumlah
perahu dan tenaga kerja dapat menerangkan variansi variabel dependent
(pendapatan nelayan) sebesar 98%, dan variabel independent yang bisa
diperhitungkan atau berpengaruh terhadap variabel dependent adalah pengalaman
kerja dan jumlah perahu yang masing-masing nyata pada taraf signifikansi 95%
dan 99%. Untuk variabel pengalaman dan jumlah perahu, masing-masing hipotesis
diterima sedangkan untuk variabel yang lain ditolak.
Sasmita
(2006), dalam penelitian tentang anaisis faktor-faktor yang mempengaruhi usaha
nelayan di Kabupaten Asahan, menyatakan bahwa variabel independent modal,
jumlah tenaga kerja, jumlah perahu, dan
waktu melaut yang dapat menerangkan variansi variabel dependent (pendapatan
usaha nelayan) sebesar 60,7%. Dari variabel independent yang diteliti modal
kerja dan melaut signifikan pada tingkat dignifikan 5% sedangkan jumlah tenaga
kerja signifikan pada tingkat signifikansi 10%.
Haharap
(2003), dalam penelitian tentang analisis masalah kemiskinan dan tingkat
pendapatan nelayan tradisional di Kelurahan Indah Kecamatan Medan Labuhan Kota
Medan, menyatakan bahwa variabel independen modal investasi/awal, jam melaut,
jumlah tanggungan, pendidikan dan biaya operasional dapat menerangkan variabel
dependent (pendapatan nelayan nasional) sebesar 85,6%. Dari variabel
independent yang diteliti modal investasi/awal, jam melaut, biaya operasional
signifikan pada tingkat α = 5% sedangkan jumlah tanggungan signifikan pada
tingkat α = 10%.
2.4 Kerangka Pikir
Dalam
kerangka pemikiran perlu dijelaskan secara teoritis antara variabel bebas dan
variabel terikat. Berdasarkan pada uraian sebelumnya maka kerangka pemikiran
peneliti dalam penelitian ini adalah pendapatan nelayan (sebagai variabel
terikat) yang dipengaruhi oleh modal kerja, tenaga kerja, pengalaman kerja dan
teknologi (sebagai variabel bebas).
Variabel
terikat (dependen variabel) adalah pendapatan usaha nelayan yang telah berjalan
lebih dari 10 tahun.
Variabel
bebas (independent variabel) adalah modal kerja, tenaga kerja, pengalaman kerja
dan teknologi.
Faktor
modal kerja masuk kedalam penelitian karena secara toritis modal kerja
memepengaruhi pendapatan usaha. Peningkatan dalam modal kerja akan mempengaruhi
pendapatan usaha. Peningkatan dalam modal kerja akan mempengaruhi peningkatan
jumlah tangkapan ikan/ produksi sehingga akan meningkatkan pendapatan. Modal
kerja adalah modal yang digunakan nelayan untuk melaut, misalnya : bahan bakar (solar),
pengawet ikan (es balok).
Faktor
tenaga kerja masuk dalam penelitian ini karena secara teoritis tenaga kerja
akan mempengaruhi pendapatan usaha. Tenaga kerja yang dimaksudkan disini adalah
banyaknya orang yang pergi melaut dalam satu perahu atau kapal usaha nelayan.
Faktor
pengalaman kerja, faktor ini secara teoritis dalam buku tidak ada yang membahas
pengalaman merupakan fungsi dari pendapatan atau keuntungan. Namun, dalam
prakteknya, nelayan yang semakin
berpengalaman dalam melaut bisa meningkatkan pendapatannya, dikarenakan
orang yang berpengalaman dapat mengetahui lokasi dimana saja ikan-ikan
bergerombolan disaat tertentu.
Faktor
teknologi, Semakin canggih teknologi yang digunakan nelayan maka akan semakin
meningkatkan produktifitas hasilnya lebih meningkatkan produksi, yang
didalamnya tersirat kesimpulan bahwa masyarakat akan memperoleh penghasilan
yang lebih tinggi.
Dengan
demikian kerangka pikir penelitian hubungan antara modal kerja, tenaga kerja,
pengalaman kerja dan teknologi terhadap pendapatan usaha nelayan di Kabupaten
Bone dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1
Kerangka Pikir Penelitian
2.5 Hipotesis
Berdasarkan
permasalahan pokok dan tinjauan pustaka diatas, maka dapat dibuat hipotesis
sebagai berikut:
·
Diduga variabel modal kerja, tenaga kerja, pengalaman kerja,
teknologi berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan usaha nelayan
di di Desa Panipahan Laut Kecamatan Pasir Limau Kapas Kabupaten Rokan Hilir.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup
penelitian ini mencakup faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan
usaha nelayan di Desa Panipahan Laut Kecamatan Pasir Limau Kapas Kabupaten
Rokan Hilir, khususnya pengaruh modal kerja, jumlah tenaga kerja, pengalaman
kerja, dan teknologi.
3.2
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian
dilaksanakan di Desa Panipahan Laut Kecamatan Pasir Limau Kapas Kabupaten Rokan
Hilir,
3.3
Jenis dan Sumber Data
Jenis
dan sumber data penelitian merupakan faktor yang penting yang menjadi
pertimbangan yang menentukan metode pengumpulan data. Data yang digunakan dalam
penelitian ini dibagi menjadi dua jenis berdasarkan pada pengelompokannya yaitu
:
a. Data Primer
Data primer merupakan sumber data
penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui
perantara). Data primer secara khusus dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab
pertanyaan penelitian (Indriantoro, 1999). Dalam penelitian ini data diambil
berdasarkan kuesioner yang diwawancarakan kepada responden.
b.
Data
Sekunder
Data sekunder merupakan sumber
data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media
perantara atau diperoleh dan dicatat oleh pihak lain (Indriantoro, 1999). Dalam
penelitian ini data diperoleh dari BPS maupun instansi terkait seperti Dinas
Kelautan dan Perikanan,
3.4
Metode Pengumpulan Data
1.
Penelitian
Lapangan
Yaitu pengambilan di
daerah/lokasi penelitian dengan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
·
pertama, observasi, yakni teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara pengamatan terhadap obyek, misalnya
perlengkapan perahu/kapal motor yang dipergunakan nelayan dalam menangkap
ikan,
·
kedua, interview, yakni teknik
pengumpulan data dengan cara mengadakan tanyak jawab secara lisan terhadap
responden,
·
ketiga, kuesioner, yakni suatu teknik
pengumpulan data dengan cara memberikan beberapa pertanyaan yang harus dijawab
oleh masyarakat nelayan sebagai responden.
2.
Penelitian
Kepustakaan
Yaitu penelitian yang melalui
beberapa buku bacaan, literatur atau keterangan-keterangan ilmiah untuk
memperoleh teori-teori yang melandasi dalam menganalisa data yang diperoleh
dari lokasi penelitian.
3.5 Teknik
Pengambilan Sampel
3.5.1 Populasi
Populasi
adalah jumlah keseluruhan dari unit atau obyek analisa yang ciri-ciri
karakteristiknya hendak diduga. Populasi dalam penelitian ini adalah para usaha
nelayan yang berada di Desa Panipahan Laut Kecamatan Pasir Limau Kapas
Kabupaten Rokan Hilir,, dimana populasi penelitian ini yaitu sebesar 150 usaha nelayan. (belum tau)
3.5.2 Sampel
Sampel adalah bagian populasi yang hendak
diselidiki. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode Proposive Sampling untuk mengetahui
populasi yang mana ingin diteliti, dan kemudian menggunakan metode Simple Random Sampling yang artinya semua populasi memiliki
kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel.
Adapun
kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah usaha nelayan yang
berangkat melaut pada pukul 14.00 dan kembali pada pukul 06.00 hari berikutnya,
dan usaha nelayan yang telah berjalan lebih dari 10 tahun. ( belum tau )
3.6 Model Analisis
Dalam penelitian ini
akan menjelaskan pengaruh antara modal kerja, tenaga kerja, pengalaman kerja
dan teknologi terhadap pendapatan usaha nelayan di Kabupaten Bone yang
drumuskan dalam fungsi :
Y = F (X1, X2,
X3, X4)………………………………….…………..(3.1)
Dimana:
Y
= pendapatan usaha
nelayan
X1 = modal kerja
X2 = tenaga kerja
X3 = pengalaman kerja
X4 = teknologi
Dalam analisis ini
pendekatan yang dilakukan adalah analisis fungsi produksi, dimana fungsi
produksi menggambarkan hubungan antara input dan output. Bentuk fungsi produksi
yang digunakan adalah :
Y
= A X1β1 X2β2 X3β3 X4β4
………………………………………….(3.2)
Selanjutnya fungsi
tersebut ditransformasikan ke dalam bentuk ekonometrikanya sebagai berikut :
Ln Y = β0 + β1 Ln
X1 + β2Ln X2 + β3Ln X3 +
β4 Ln X4 + µ …..………..(3.3)
Dimana
:
Y
= pendapatan usaha
nelayan
X1 = modal kerja
X2 = tenaga kerja
X3 = pengalaman kerja
X4 = teknologi
β0 = intercept
β1 = koefisien regresi, i = 1,
2, 3, dan 4
µ = eror term (kesalahan
pengganggu)
3.7
Pengujian Hipotesis
Pengujian
hipotesis dalam penelitian ini meliputi pengujian serempak (uji-f), pengujian
individu (uji-t), dan pengujian ketetapan perkiraan (R2), uji asumsi
klasik yang meliputi multikolinearitas, heteroskedasitas, autokorelasi dan normalitas.
3.7.1
Uji Statistik
1.
Pengujian Koefisien Determinasi
(R2)
Koefisien determinasi merujuk
kepada kemampuan dari variabel independen (X) dalam menerangkan variabel
dependen (Y). Koefisien determinasi digunakan untuk menghitung seberapa besar
varian dan variabel dependen dapat dijelaskan oleh variasi variabel-variabel
independen. Nilai R2 paling besar 1 dan paling kecil 0 (0 < R2<
1). Bila R2sama dengan 0 maka garis regresi tidak dapat digunakan
untuk membuat ramalan variabel dependen, sebab variabel-variabel yang
dimasukkan ke dalam persamaan regresi tidak mempunyai pengaruh varian variabel
dependen adalah 0.
Tidak
ada ukuran yang pasti berapa besarnya R2 untuk mengatakan bahwa
suatu pilihan variabel sudah tepat. Jika R2 semakin besar atau
mendekati 1, maka model makin tepat data. Untuk data servei yang berarti
bersifat cross section, data yang
diperoleh dari banyak responden pada waktu yang sama, maka nilai R2
= 0,3 sudah cukup baik.
2. Pengujian
Signifikan Simultan (Uji f-test statistik)
Uji
ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara signifikan
terhadap variabel dependen. Dimana jika fhitung< ftabel,
maka H0 diterima atau variabel independen secara bersama-sama tidak
memiliki pengaruh terhadap variabel dependen (tidak signifikan) dengan kata
lain perubahan yang terjadi pada variabel terikat tidak dapat dijelaskan oleh
perubahan variabel independen, dimana tingkat signifikansi yang digunakan yaitu
5%. Analisis koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa besar
pengaruh variabel independen (modal kerja, tenaga kerja, pengalaman
kerja,teknologi) terhadap variabel dependen (pendapatan nelayan).
3. Pengujian
Signifansi Parameter Individual (Uji t-test statistik)
Uji
ini digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen secara
sendiri-sendiri mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.
Dengan kata lain, untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen
dapat menjelaskan perubahan yang terjadi pada variabel dependen secara nyata.
Untuk
mengkaji pengaruh variabel independen terhadap dependen secara individu dapat
dilihat hipotesis berikut: H1 : β1 = 0 → tidak
berpengaruh, H1 : β1 > 0 → berpengaruh positif, H1
: β1 < 0 → berpengaruh negative. Dimana β1 adalah
koefisien variabel independen ke-1 yaitu nilai parameter hipotesis. Biasanya
nilai β dianggap nol, artinya tidak ada pengaruh variabel X1
terhadap Y. bila thitung< ttabel maka H0
diterima (tidak signifikan). Uji t digunakan untuk membuat keputusan apakah
hipotesis terbukti atau tidak, dimana tingkat signifikan yang digunakan yaitu
5%.
3.7.2
Uji Asumsi Klasik
1.
Uji Multikolinearitas
Multikolinieritas
adalah suatu kondisi dimana terjadi korelasi yang kuat diantara
variabel-variabel bebas (X) yang diikutsertakan dalam pembentukan model regresi
linear (Gujarati, 1991). Untuk
mendeteksi multikolinearitas dengan menggunakan Eviews-7.0 dapat dilakukan
dengan melihat korelasi antar variabel bebas (Correlation Matrix).
2.
Uji Autokorelasi
Autokorelasi
adalah keadaan dimana variabel gangguan pada periode tertentu berkorelasi
dengan variabel yang pada periode lain, dengan kata lain variabel gangguan
tidak random. Akibat dari adanya autokorelasi adalah parameter yang diestimasi
menjadi bias dan variannya minimum, sehingga tidak efisien, (Gujarati, 2003). Untuk menguji ada
tidaknya autokorelasi salah satunya dilihat dalam pengujian terhadap nilai Durbin Watson (Uji DW) yang dibandingkan
dengan nilai dtabel.
3.
Uji Heteroskedasitas
Pengujian ini bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual
suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Keteroskedasitas terjadi apabila
variabel gangguan tidak mempunyai varian yang sama untuk semua observasi.
Akibat adanya heteroskedasitas, penaksir OLS tidak bias tetapi tidak efisien (Gujarati dan Porter, 2003). Cara untuk
mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedasitas dapat dilakukan dengan
menggunakan white heteroscedasticity
yang tersedia dalam program Eviews 7.0.
4.
Uji Normalitas
Uji
normalitas adalah untuk melihat apakah nilai residual terdistribusi normal atau
tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki nilai residual yang
terdistribusi normal. Jadi uji normalitas bukan dilakukan pada masing-masing
variabel tetapi pada nilai residualnya. Sering terjadi kesalahan yang jamak
yaitu bahwa uji normalitas dilakukan pada masing-masing variabel.
3.8
Defenisi Operasional Variabel Penelitian
a.
Pendapatan
usaha nelayan adalah pendapatan bersih usaha nelayan yang diperoleh dari hasil
penjualan tangkapan/produksi ikan setelah dikurangi modal kerja selama sebulan.
(Rp)
b.
Modal
kerja adalah biaya-biaya yang dikeluarkan oleh nelayan dalam memperoleh
hasilnya. Biaya-biaya itu terdiri dari : bahan bakar (solar), bahan pengawet
ikan (es balok), dll selama sebulan (Rp)
c.
Tenaga
kerja adalah banyaknya orang yang ikut melaut dalam satu usaha nelayan selama
sebulan.(jiwa/orang)
d.
Pengalaman
adalah rata-rata pemilik yang sudah menjalani profesi hidupnya sebagai usaha
nelayan dalam jangka waktu tertentu (tahun).
- Teknologi adalah penggunaan alat-alat tangkap modern misalnya jaring,pencahayaan buatan (lampu) yang menggunakan generator, (buah)
DAFTAR PUSTAKA
______,
Statistik Indonesia berbagai edisi
Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan : Badan Pusat Statistika
Algifari. 2000. Analisis
Regresi : Teori, Kasus, dan Solusi. Edisi 2. BPFE. Yogyakarta.
Asri,1986,http://skripsi-manajemen.blogspot.com/2011/02/pengertian-pengalaman-kerja.html, Pengelolaan Karyawan. BPFE :
Yogyakarta.
Danuri, Rokhim, 2009. Reorientasi
Pembangunan Berbasis Kelautan,
Ghozali Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program
SPSS. BP Undip. Semarang.
Gujarati,
D. 1991,Ekonometrika
Dasar
, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Imron,
masyuri. 2003 “kemiskinan dalam
Masyarakat Nelayan”dalam Jurnal
masyarakat dan budaya. PMB –LIPI.
Indriantoro
dan Supomo. 1999. Metodologi Untuk Aplikasi dan Bisnis. BPFE, Yogyakarta.
Joesran,
Fathorrozi, 2003. Teori Ekonomi Mikro. Salemba Empat,
Jakarta.
Kusnadi,
2003. Akar Kemiskinan Nelayan. LKiS,
Yogyakarta
Masyhuri,
1999, Usaha Penangkapan Ikan di Jawa dan
Madura: Produktivitas dan Pendapatan Buruh Nelayan, masyarakat Indonesia,
XXIV, No. 1
Miller,
R. L., R. E. Meiners, 1999. Teori Ekonomi
Mikro Intermediate. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Mubyarto.
1985. Pengantar Ekonomi Pertanian.
LP3ES. Jakarta
Mukherjee.
Hardjono, Carriere. 2001. People, poverty,
and livelihoods. Link for sustanabel poverty reducation in Indonesia. The
world bank and department for internasional development. UK
NoerSasongko,2009.http://ekonomikamakro.blogspot.com/2009/03/teori-makro-keynes-pasar-uang-dan-pasar.html
Rahardja,
Manurung, 2006, Teori Ekonomi Mikro,Edisi
Ketiga, LP Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Said,
Ali, Harahap, 2003, Analisis Masalah
Kemiskinan dan Ketimpangan Pendapatan Nelayan di Medan Belawan, Sumut, Tesis S2 PPS USU, Medan.
Salman,
1995. Kemiskinan Struktural dan Polarisasi sosial Pada Masyarakat Nelayan,
Ujung Pandang.
Sasmita,
2006. Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Usaha Nelayan di Kabupaten Asahan, Tesis S2. PPS USU, Medan.
Sastrawidjaya,
dkk, 2002, Nelayan Nusantara,Pusat
Pengolahan Produk Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
Satria. 2002. Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir.
Cidesindo, Jakarta.
Serdati,
Novalina, 2002. Identifikasi potensi
area, kualitas air dan karakteristik oseanografi perairan zona I Sulawesi tengah
untuk pengembangan budidaya laut. Jurnal agroland volume 14 nomor 4
Sobri,
1999. Ekonomi Makro, BPFE-UGM, Yogyakarta.
Sukirno,
S., 2004. Pengantar Teori MikroEkonomi.
Raja Grafindo persada, Jakarta.
Sukirno,
S., 2006. Makroekonomi,Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Taufik
, P. 2001. Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Pendapatan Nelayan di Daerah Tingkat II Kotamadya Sibolga,
Skripsi S1 FE USU, Medan.
Trijoko,1980.http://skripsi-manajemen.blogspot.com/2011/02/pengertian-pengalaman-kerja.html
Winardi,
1988. Pengantar Ilmu Ekonomi. Tarsito, Bandung
Lampiran 1
JADWAL
PENELITIAN
Penelitian ini akan
dilaksanakan selama 4 bulan, dimulai dari bulan Mei sampai dengan bulan Agustus
2014.
Kegiatan
|
Juli
|
Agustus
|
September
|
Oktober
|
||||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
|
1. Persiapan
|
|
|||||||||||||||
a. Penulisan
proposal
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
b. Perbaikan
proposal
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
c.
Seminar proposal
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2. Penelitian
|
|
|||||||||||||||
a. Pengumpulan
data
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
b. Analisis
data
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
c.
Perumusan hasil
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3. Penyusunan
laporan
|
|
|||||||||||||||
a. Draf
laporan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
b. Seminar
hasil
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
c.
Perbaikan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
d. Ujian
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
e.
Perbanyakan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Lampiran 2
ORGANISASI
PENELITIAN
Pelaksana
Penelitian:
Nama : Abror Ridho Subhan
NPM : 114210234
Program Studi : Agribisnis
Fakultas : Pertanian
Dosen Pembimbing:
1. Nama
: Dr. Azharuddin M Amin, SP, M. Sc
Jabatan : Pembimbing 1
Dosen Fakultas Pertanian – UIR
2. Nama :
Asrol,
SP, M.Ec
Jabatan : Pembimbing 2
Dosen Fakultas Pertanian – UIR
Lampiran 3
ANGGARAN
BIAYA PENELITIAN
No.
|
Uraian
|
Biaya
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
|
Kertas 2 rim
Alat tulis
Pembuatan proposal
Perbaikan proposal
Perbanyakan proposal
Biaya internet
Pembuatan skripsi
Perbaikan skripsi
Perbanyakan skripsi
Konsumsi seminar
proposal dan skripsi
|
Rp. 80.000,-
Rp. 30.000,-
Rp. 200.000,-
Rp. 150.000,-
Rp. 150.000,-
Rp. 200.000,-
Rp. 350.000,-
Rp. 200.000,-
Rp. 300.000,-
Rp. 400.000,-
|
Jumlah
|
Rp.
2.060.000,-
|
|
Biaya tak terduga (
10% )
|
Rp. 206.000,-
|
|
Total
biaya
|
Rp.
2.266.000,-
|
Terbilang: Dua Juta Dua
Ratus Enam Puluh Enam Ribu Rupiah
Lampiran 4
OUTLINE
SEMENTARA
DAFTAR ISI
Halaman
KATA
PENGANTAR
DAFTAR
ISI
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Perumusan Masalah
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
II. TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Tinjauan
Teoritis
2.1.1 Usaha Nelayan
2.1.2 Teori Pendapatan
2.1.3 Teori Produksi
2.1.4 Fungsi Produksi
2.2. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Pendapatan
2.2.1 Modal dan Biaya Produksi
2.2.2 Faktor Tenaga Kerja
2.2.3 Faktor Pengalaman
2.2.4 Faktor Teknologi
2.3. Tinjauan Empiris (Penelitian Terdahulu)
Kerangka Pikir
2.4. Karakteristik dan Pemasaran Hasil Produk
Pertanian
2.5. Hipotesis
III.
METODE PENELITIAN
3.1. Ruang Lingkup Penelitian
3.2. Lokasi Penelitian
3.3. Jenis dan Sumber Data
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.5. Teknik Pengambilan Sampel
3.5.1. Populasi
3.5.2. Sampel
3.6
Model Analisis
3.7
Pengujian Hipotesis
3.7.1 Uji Statistik
3.7.2 Uji Asumsi Klasik
3.8 Defenisi Operasional Variabel Penelitian
IV.
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1.
Deskripsi
Objek Penelitian
4.2.
Hubungan
Antar Variabel Bebas Terhadap Variabel Terikat
4.3.
Pembahasan
Hasil Regresi
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Lampiran 5
KUISIONER PENELITIAN
ANALASIS
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN NELAYAN STUDI DI DESA PANIPAHAN LAUT
KECAMATAN PASIR LIMAU KAPAS KABUPATEN ROKAN HILIR
Bagian
I. Responden
A.
Identitas
Responden
1.
Nama : …………………………
2.
Usia : ………..tahun
3.
Jenis
Kelamin : ………..(L/P)
4.
Status
pernikahan : …………………………
5.
Jumlah
anggota keluarga : ………………………… orang
6.
Suku : …………………………
7.
Pekerjaan
a Pelajar/mahasiswa d. wiraswasta
b. Pegawai
Negeri e. Ibu RT
c. Pegawai
swasta f. Lainnya
8.
Pendidikan terakhir :
a
SD d. Diploma
b.
SLTP e. Sarjana/S1
c.
SLTA f. Pasca sarjana
9.
Pendapatan rata-rata keluarga per bulan
(Rupiah)
a.
<Rp.
500.000
b.
Rp. 500.00 - Rp. 1.499.000
c.
Rp. 1.500.000 – Rp. 2.499.000
d.
Rp. 2.500.000 - Rp. 5.000.000
e.
>
Rp. 5.000.000
B.
PERTANYAAN
1.
Berapa pendapatan usaha nelayan anda
dalam sebulan?
a. Rp.
5.000.000, - Rp. 20.000.000
b. Rp.
21.000.000, - Rp. 40.000.000
c. Rp.
41.000.000, - Rp. 60.000.000,
d. >
Rp. 61.000.000,
2.
Berapa modal usaha nelayan anda dalam
sebulan?
a. Rp.
5.000.000, - Rp. 10.000.000,
b. Rp.
11.000.000, - Rp. 15.000.000,
c. Rp.
16.000.000, - Rp. 20.000.000
d. >
Rp. 21.000.000
3.
Berapa banyak tenaga kerja yang dimiliki
dalam usaha nelayan anda?
a. 2
– 5 orang
b. 6
– 10 orang
c. >14
orang
4.
Berapa lama pengalaman anda dalam
menjalankan usaha nelayan?
a. 5
– 10 tahun
b. 11
– 20 tahun
c. >20
tahun
5.
Berapa banyak alat teknologi yang anda
miliki pada usaha nelayan anda,
meliputi
:
a. Alat
tangkap ……. Buah,
P: …….. m X L:
……… m
b. Mesin: buah
c. Pencahayaan
(lampu)
250 watt : buah
1500 watt : buah
6.
Apa kendala anda dalam menjalankan usaha
nelayan?
a. Modal
usaha
b. Peran
dari pemerintah
c. Lain
– lain …………….
7.
Berapa rata-rata hasil tangkapan
perhari?
a. <
100 kg
b. 100
kg – 300 kg
c. 300
kg – 500 kg
d. >
500 kg
8.
Apa faktor yang mempengaruhi penurunan
hasil produksi usaha nelayan anda?
a. Cuaca
b. Kerusakan
mesin
c. Kekurangan
tenaga kerja
d. Lain-lain
…………
9.
Disamping usaha nelayan, pekerjaan apa
yang anda geluti ?
a. PNS
b. Petani
c. Pedagang
d. Tidak
ada
e. Lain-lain
……..
10.
Bagaimana sistem pemberian upah tenaga
kerja anda?
a. Harian
b. Mingguan
c. Bulanan
11.
Berapa banyak bahan bakar yang anda
gunakan dalam sebulan?
a. 30
Liter* - 40 Liter*
b. 40
Liter* – 60 Liter*
c. >
70 Liter
Tidak ada komentar:
Posting Komentar