Senin, 05 Desember 2016

Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan sebuah Negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu pulau. Kenyataan ini memungkinkan timbulnya struktur kehidupan perairan yang memunculkan pemukiman-pemukiman penduduk di sekitar garis pantai. Dalam hal ini, Luas seluruh wilayah Indonesia dengan jalur laut 12 mil adalah lima juta km2 terdiri dari luas daratan 1,9 juta km2, laut teritorial 0,3 juta km2, dan perairan kepulauan seluas 2,8 juta km2. Artinya seluruh laut Indonesia berjumlah 3,1 juta km2 atau sekitar 62 persen dari seluruh wilayah Indonesia. Selain itu, Indonesia juga merupakan negara dengan garis pantai terpanjang didunia dengan jumlah panjang garis pantainya sekitar 81.000km. Luas laut yang besar ini menjadikan Indonesia unggul dalam sektor perikanan dan kelautan (Nontji,2005).
            Potensi lestari sumberdaya ikan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan perairan ZEEI (Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia), yang terbagi dalam sembilan wilayah perairan utama Indonesia. Dari seluruh potensi sumberdaya ikan tersebut, jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 5,12 juta ton per tahun atau sekitar 80 persen dari potensi lestari, dan sudah dimanfaatkan sebesar 4,7 juta ton pada tahun 2004 atau 91.8% dari JTB. Sedangkan dari sisi diversivitas, dari sekitar 28.400 jenis ikan yang ada di dunia, yang ditemukan di perairan Indonesia lebih dari 25.000 jenis.
            Sumberdaya ikan yang hidup di wilayah perairan Indonesia dinilai memiliki tingkat keragaman hayati (bio-diversity) paling tinggi. Sumberdaya tersebut paling tidak mencakup 37% dari spesies ikan di dunia (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1994). Di wilayah perairan laut Indonesia terdapat beberapa jenis ikan bernilai ekonomis tinggi antara lain : tuna, cakalang, udang, tongkol, tenggiri, kakap, cumi-cumi, ikan-ikan karang (kerapu, baronang, udang barong/lobster), ikan hias dan kekerangan termasuk rumput laut (Barani, 2004).
            Terdapat berbagai kesenjangan yang masih mewarnai pembangunan perikanan di Indonesia baik secara nasional maupun secara lokal administratif pengelolaan. Berbagai prasarana yang dibangun oleh pemerintah, seperti pembangunan pelabuhan perikanan dan tempat-tempat pendaratan ikan yang tersebar di berbagai wilayah belum memberikan hasil yang memuaskan sesuai dengan yang diharapkan, berbagai model pengaturan dan kebijakan yang diambil belum dapat menyentuh secara baik terhadap permasalahan mendasar yang ada (Ali yahya, 2001).
            Wilayah pesisir Provinsi Riau yang berada perairan laut dan sungai besar memiliki potensi disektor perikanan yang cukup besar, baik sektor perikanan laut maupun sungai. Luas lebih kurang 8.915.016 Ha (89.150 Km2) yang membentang dari lereng Bukit Barisan hingga berbatasan Selat Malaka yang terletak antara 01° 05’ 00” Lintang Selatan - 02° 25’ 00” Lintang Utara atau antara 100° 00’ 00” - 105° 05’ 00” Bujur Timur. Terdapat wilayah lautan sejauh 12 mil dari garis pantai.
                Di daratan terdapat 15 sungai, diantaranya ada 4 sungai besar yang mempunyai arti penting sebagai sarana perhubungan seperti Sungai Siak (300 Km) dengan kedalaman 8 -12 m, Sungai Rokan (400 Km) dengan kedalaman 6-8 m, Sungai Kampar (400 Km) dengan kedalaman lebih kurang 6 m dan Sungai Indragiri (500 Km) dengan kedalaman  6-8 m. Ke 4 sungai yang membelah dari pegunungan daratan tinggi Bukit Barisan Bermuara di Selat Malaka dan Laut Cina Selatan itu dipengaruhi pasang surut laut.
                Dengan luas perairan Riau merupakan daerah yang menjanjikan dengan sumberdaya perikanan yang cukup besar karena didukung potensi sumberdaya laut, yang terkait langsung dengan potensi perikanan. Untuk sektor perikanan laut, Seperti Panipahan, Rokan Hilir, Bengkalis, Meranti dan Indragiri Hilir merupakan penyumbang hasil laut untuk Riau.
                Data statistik Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau mencatat, potensi perikanan daerah ini cukup tinggi, yakni lebih 132.000 ton dan itu terus meningkat tiap tahun. Potensi sektor perikanan di Riau tidak hanya tersebar di sektor kelautan, namun juga perikatan air tawar. Dalam beberapa tahun terakhir, potensi budidaya kolam yang mencapai sekitar 14.000 ton. Begitu juga potensi pengembangan tambak dan keramba, yang pemanfaatannya masih di bawah 10 persen. Potensi inilah yang dapat dikembangkan secara optimal dalam mendukung pendapatan asli daerah untuk Pemerintah Provinsi Riau.

Sebagai sebuah sistem dari keseluruhan pengelolaan potensi laut yang ada tersebut, bidang perikanan dapat dijadikan sebagai indikator yang baik bagi pengelolaan laut. Dikarenakan di sektor tersebut terdapat sumber daya ikan yang sangat besar. Sehingga perikanan sebagai salah satu SDA yang mempunyai peranan penting dan strategis dalam pembangunan perekonomian nasional terutama dalam meningkatkan perluasan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan dan peningkatan taraf hidup bangsa pada umumnya, nelayan kecil, pembudidaya ikan kecil dan pihak-pihak pelaku usaha di bidang perikanan dengan tetap memelihara lingkungan, kelestarian dan ketersediaan sumber daya, (Danuri,2009).
Sumber daya perikanan sebenarnya secara potensial dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahtraan nelayan, namun pada kenyataannya masih cukup banyak nelayan yang belum dapat meningkatkan hasil tangkapannya, sehingga tingkat pendapatan nelayan tidak meningkat.
Masyarakat yang mempunyai mata pencaharian dan berpenghasilan sebagai usaha nelayan merupakan salah satu dari kelompok masyarakat yang melakukan aktivitas usaha dengan mendapatkan penghasilan bersumber dari kegiatan usaha nelayan itu sendiri. Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan dan binatang air lainnya. Tingkat kesejahtraan nelayan sangat ditentukan oleh hasil tangkapannya.  Banyaknya tengkapan tercermin pula besar pendapatan yang diterima dan pendapatan tersebut sebagian besar untuk keperluan konsumsi keluarga. Dengan demikian tingkat pemenuhan kebutuhan konsumsi keluarga atau kebutuhan fisik minimum (KFM) sangat ditentukan oleh pendapatan yang diterima.
Para usaha nelayan melakukan pekerjaan dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan demi kebutuhan hidup. Untuk pelaksanaannya diperlukan beberapa perlengkapan dan dipengaruhi oleh banyak faktor guna mendukung keberhasilan kegiatan. Menurut Salim (1999) faktor yang mempengaruhi pendapatan usaha nelayan meliputi sektor sosial dan ekonomi yang terdiri dari besarnya modal, jumlah tenaga kerja, pengalaman kerja, teknologi. Dengan demikian pendapatan nelayan berdasarkan besar kecilnya volume tangkapan, masih terdapat beberapa faktor yang lain yang ikut menentukannya yaitu faktor sosial dan ekonomi selain diatas.
Pengembangan sektor kelautan dan perikanan berjalan lambat,  karena kebijakan pembangunan lebih berorientasi kepada pengembangan kegiatan di daratan dibandingkan di kawasan pesisir dan lautan. Sehingga eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya pesisir dan kelautan terabaikan, dan sebagian besar masyarakat pesisir yang bekerja sebagai nelayan masih hidup di bawah garis kemiskinan, (Serdiati, 2002).
Upaya yang dilakukan dalam kaitannya dengan rencana kebijaksanaan pembangunan sektor pertanian, khususnya subsektor perikanan, bertujuan untuk
a)      Meningkatkan produksi dan mutu hasil perikanan baik untuk memenuhi pangan. Gizi dan bahan baku industri dalam negeri serta ekspor hasil perikanan.
b)      Meningkatkan produktivitas usaha perikanan dan nilai tambah serta meningkatkan pendapatan nelayan,
c)      Memperluas lapangan kerja serta kesempatan berusaha dalam menunjang pembangunan daerah,
d)      Meningkatkan pembinaan kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup.
Dengan kenyataan tersebut maka sudah sewajarnya apabila potensi sumberdaya perikanan yang ada dikembangkan penangkapannya untuk kemakmuran rakyat dengan tetap memelihara dan menjaga kelestarian sumberdaya perikanan ini, disamping memperhatikan faktor-faktor yang menunjang perolehan produksi usaha nelayan tersebut.
Wilayah di Desa Panipahan Laut kabupaten Rokan Hilir memiliki potensi kelautan dan perikanan yang cukup besar.  Desa Panipahan Laut Kabupaten Rokan Hilir memiliki banyak daerah pantai yang berpotensi terhadap subsektor perikanan, khususnya penangkapan ikan laut.  Pada subsektor perikanan laut jumlah perahu tanpa mesin dan perahu mesin penangkap ikan pada tahun 2014 masing-masing tercatat 150 buah dan 111 yang tidak menggunakan mesin buah.
Kontribusi subsektor perikanan di Desa Panipahan Laut Kabupaten Rokan Hilir   dari tahun ketahun terus mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini disebabkan karena dari tahun ketahun teknologi dibidang perikanan semakin berkembang dan tingkat harga penjualan semakin meningkat. Pada tahun 2006-2010 mengalami peningkatan, tahun 2006 sebesar 786.319 juta rupiah dan meningkat pada tahun 2010 sebesar 1284.149 juta rupiah. ( belum tau juga)
Dari uraian tersebut maka penulis akan mengkaji lebih jauh tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usaha nelayan dalam judulskripsi yaitu “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan  Usaha Nelayan di Desa Panipahan Laut Kabupaten Rokan Hilir”.
1.2 Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang dan uraian yang telah diungkapkan maka permasalahan yang akan dianalisis adalah:
·         Seberapa besar pengaruh parsial dan simultan modal kerja, tenaga kerja, pengalaman kerja, dan teknologi terhadap pendapatan usaha nelayan di Desa Panipahan Laut Kecamatan Pasir Limau Kapas Kabupaten Rokan Hilir.
1.3 Tujuan penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
·         Untuk mengetahuibesarnya pengaruh parsial dan simultan modal kerja,tenaga kerja, pengalaman kerja, dan teknologi terhadap pendapatan usaha nelayan di Desa Panipahan Laut Kecamatan Pasir Limau Kapas Kabupaten Rokan Hilir.
1.4 Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
1.      Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah dan pihak lain, dalam upaya mencari pendekatan dan strategi terbaik dalam melakukan upaya untuk meningkatkan pendapatan usaha nelayan.
2.      Sebagai bahan acuan bagi peneliti selanjutnya terutama yang berminat untuk meneliti mengenai sektor perikanan terutama pada pendapatan usaha nelayan.
3.      Bagi penulis untuk menambah wawasan terutama yang berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan usaha nelayan di Kabupaten Bone.















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Usaha Nelayan
Penangkapan ikan dan pengumpulan hasil laut lainnya merupakan mata pencaharian pokok usaha nelayan. Pada dasarnya usaha penangkapan ikan yang dilakukan usaha nelayan secara teknis ekonomis merupakan suatu proses produksi yang bersifaf ekstraktif, yakni mengambil hasil alam tanpa mengembalikan sebagian hasilnya untuk keperluan dikemudian hari, (Mubyarto, 1985). Namun demikian tidak mesti berarti bahwa usaha perikanan rakyat merupakan usaha yang bersifat subsistem.
Sebuah usaha nelayan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan pada akhirnya akan bertujuan untuk memperoleh pendapatan usaha sebanyak-banyaknya.
Usaha nelayan yang sampai saat ini masih merupakan tema yang sangat menarik untuk didiskusikan. Membicarakan usaha  nelayan hampir semua isu yang selalu muncul adalah masyarakat yang marginal, miskin dan menjadi sasaran eksploitasi penguasa baik secara ekonomi maupun secara politik.
Nelayan adalah orang yang hidup dari mata pencaharian hasil laut. Di Indonesia para nelayan biasanya bermukim di daerah pinggir pantai atau pesisir laut. Komunitas nelayan adalah kelompok yang bermata pencaharian hasil laut dan tinggal di desa-desa pantai atau pesisir (Sastrawidjaya, 2002). Ciri komunitas nelayan dapat dilihat dari berbagai segi, yaitu:
a)      Pertama, dari segi mata pencaharian, nelayan adalah mereka yang aktivitasnya berkaitan dengan lingkungan laut atau pesisir, atau mereka yang menjadikan perikanan sebagai mata pencaharian mereka.
b)      Kedua, dari cara segi hidup, komunitas nelayan adalah komunitas gotong royong. Kebutuhan gotong royong dan tolong menolong terasa sangat penting pada saat untuk mengatasi keadaan yang menuntut pengeluaran biaya besar dan pengerahan tenaga kerja yang banyak.
c)      Ketiga, dari segi keterampilan, meskipun pekerjaan nelayan adalah pekerjaan berat namun pada umumnya mereka hanya memilik keterampilan sederhana. Kebanyakan dari mereka bekerja sebagai nelayan adalah profesi yang diturunkan oleh orang tua, bukan yang dipelajari secara professional.
Dari bangunan struktur sosial, komunitas nelayan terdiri atas komunitas yang heterogen dan homogeny. Masyarakat yang heterogen adalah mereka yang bermukim di desa-desa yang mudah dijangkau secara transportasi darat, sedangkan komunitas yang homogeny terdapat di desa-desa nelayan terpencil biasanya menggunakan alat-alat tangkap ikan yang sederhana, sehingga produktivitasnya kecil. Sementara itu kesulitan transportasi angkutan hasil ke pasar juga akan menjadi penyebab rendahnya harga hasil laut di daerah mereka. (sastrawidjaya, 2002).
Dilihat dari teknologi peralatan tangkap yang digunakan dapat dibedakan dalam dua katagori, yaitu usaha nelayan modern dan usaha nelayan tradisional. Usaha nelayan modern mengunakan teknologi penangkapan yang lebih canggih dibandingkan dengan Usaha nelayan tradisional. Ukuran modernitas bukan semata-mata karena pengunaan motor untuk mengerakkan perahu, melainkan juga besar kecilnya motor yang digunakan serta tingkat eksploitasi dari alat tangkap yang digunakan. Perbedaan modernitas teknologi alat tangkap juga akan berpengaruh pada kemampuan jelajah operasional mereka, (Imron, 2003).
Pada umumnya dalam pengusahaan perikanan laut terdapat tiga jenis nelayan, yaitu; nelayan pengusaha, nelayan campuran dan nelayan penuh. Nelayan pengusaha yaitu pemilik modal yang memusatkan penanaman modalnya dalam operasi penangkapan ikan. Nelayan campuran yaitu seseorang nelayan yang juga melakukan pekerjaan yang lain di samping pekejaan pokoknya sebagai nelayan. Sedangkan nelayan penuh ialah golongan nelayan yang hidup sebagai penangkap ikan di laut dan dengan memakai peralatan lama atau tradisional.Namun demikian apabila sebagian besar pendapatan seseorang berasal dari perikanan (darat dan laut) ia disebut sebagai nelayan. (Mubyarto, 2002).
Status usaha nelayan dapat dibedakan berdasarkan kepemilikan modal dan keterampilan melaut. Usaha nelayan yang memiliki modal kuat ditempatkan pada nelayan atas yang disebut punggawa. Lapisan berikutnya ditempati oleh nelayan yang memiliki keterampilan tingngi dalam melaut disebut juragan. Sedangkan lapisan paling bawah adalah nelayan yang mempunyai keterampilan rendah dan hanya mengandalkan tenaga dalam penangkapan ikan disebut sawi, (Salman, 1995).
Sejalan dengan itu, dalam hal tingkat pendidikan khususnya bagi nelayan tradisional, untuk bekal kerja mencari ikan dilaut, latar belakang seorang nelayan memang tidak penting artinya karena pekerjaan sebagai merupakan pekerjaan kasar yang lebih banyak mengandalkan otot dan pengalaman, maka setinggi apapun tingkat pendidikan nelayan itu tidaklah memberikan pengaruh terhadap kecakapan mereka dalam melaut. Persoalan dari arti penting tingkat pendidikan ini biasanya baru mengedepankan jika seorang nelayan ingin berpindah ke pekerjaan lain yang lebih menjanjikan. Dengan pendidikan yang rendah jelas kondisi itu akan mempersulit nelayan tradisional memilih atau memperoleh pekerjaan lain selain mejadi nelayan. (Kusnadi, 2003).
2.1.2 Teori Pendapatan
Menurut ahli ekonomi klasik, pendapatan ditentukan oleh kemampuan faktor–faktor produksi dalam menghasilkan barang dan jasa. Semakin besar kemampuan faktor–faktor produksi menghasilkan barang dan jasa , semakin besar pula pendapatan yang diciptakan.
Pendapatan usaha nelayan adalah selisih antara peneriamaan (TR) dan semua biaya (TC). Jadi Pd = TR – TC. Penerimaan usaha nelayan (TR) adalah perkalian antara produksi yang diperoleh (Y) dengan harga jual (Py). Biaya usaha nelayan biasanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cos). Biaya tetap (FC) adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya variabel (VC) adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh, contoh biaya untuk tenaga kerja. Total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC), maka TC = FC + VC (soekartawi, 2002).
Mayers dalam terjemahan sitohang (1996), memandang pendapatan dari sisi efektifitas penggunaannya untuk memenuhi kebutuhan adalah “Pendapatan adalah nilai barang atau jasa tertentu pada akhir jangka tertentu yang mempunyai indikasi bahwa makna pendapatan bisa saja bergeser seiring dengan tingkat pengeluaran konsumsi masyarakat”.
Menurut Sukirno (2006) pendapatan adalah jumlah penghasilan yang diterima oleh penduduk atas prestasi kerjanya selama satu periode tertentu, baik harian, mingguan, bulanan atau tahunan. Dan ada beberapa klasifikasi pendapatan yaitu:
a)      Pertama, pendapatan pribadi yaitu semua jenis pendapatan yang diperoleh tanpa memberikan sesuatu kegiatan apapun yang diterima penduduk suatu negara.
b)      Kedua, pendapatan disposibel yaitu pendapatan pribadi dikurangi pajak yang harus dibayarkan oleh para penerima pendapatan, sisa pendapatan yang siap dibelanjakan inilah yang dinamakan pendapatan disposibel.
c)      Ketiga, pendapatan nasional yaitu nilai seluruh barang-barang jadi dan jasa-jasa yang diproduksi oleh suatu negara dalam satu tahun.
Menurut Sobri (1999) pendapatan disposibel adalah suatu jenis penghasilan yang diperoleh seseorang yang siap untuk dibelanjakan atau dikonsumsikan. Besarnya pendapatan disposibel yaitu pendapatan yang diterima dikurangi dengan pajak langsung (pajak perseorangan) seperti pajak penghasilan.
Menurut teori Milton Friedman bahwa pendapatan masyarakat dapat digolongkan menjadi dua, yaitu pendapatan permanen dan pendapatan sementara. Pendapatan permanen dapat diartikan yaitu:
a)      Pertama, pendapatan yang selalu diterima pada periode tertentu dan dapat diperkirakan sebelumnya, sebagai contoh adalah pendapatan, upah, dan gaji.
b)      Kedua, pendapatan yang diperoleh dan hasil semua faktor yang menentukan kekayaan seseorang.
Pendapatan menekan pada perwujudan balas jasa dari partisipasi seseorang dalam satu kegiatan produksi dimana tergambar pada sumbangan faktor-faktor produksi atas nilai tambah (value added) pada tingkat out put tertentu. Nilai tambah inilah yang merupakan pokok utama dari balas jasa yang selanjutnya disebut pendapatan. Pendapatan tersebut dipilih menurut jangka waktu tertentu sehingga arti praktisnya nampak, misalnya satu bulan, dan lain sebagainya.
Tingkat pendapatan rumah tangga tergantung kepada jenis-jenis kegiatan yang dilakukan. Jenis kegiatan yang mengikut serta kan modal atau keterampilan mempunyai produktivitas tenaga kerja lebih tinggi, yang pada akhirnya mampu memberikan pendapatan yang lebih besar, (winardi, 1988).
2.1.3 Teori Produksi
Teori produksi yang sederhana menggambarkan tentang hubungan di antara tingkat produksi suatu barang dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan berbagai tingkat produksi barang tersebut. Dalam analisis tersebut dimisalkan bahwa faktor-faktor produksi lainnya adalah tetap jumlahnya, yaitu modal dan tanah jumlah dianggap tidak mengalami perubahan. Juga teknologi dianggap tidak mengalami perubahan. Satu-satunya faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya adalah tenaga kerja, (Sukirno, 2004).
Produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Produksi atau memproduksi menambah kegunaan suatu barang. Kegunaan suatu barang akan bertambah bila memberikan manfaat baru atau lebih dari bentuk semula. Lebih spesifik lagi produksi adalah kegiatan perusahaan dengan mengkombinasikan berbagai input untuk menghasilkan output dengan biaya yang minimum, (Joesron dan Fathorrosi, 2003).
Produksi merupakan konsep arus. Apa yang dimaksudkan dengan konsep arus disini adalah produksi merupakan kegiatan yang diukur sebagai tingkat-tingkat output per unit priode/waktu. Sedangkan outputnya sendiri senantiasa diasumsikan konstan kualitasnya. Jadi bila kita berbicara mengenai peningkatan produksi, itu berarti peningkatan output dengan mengasumsikan faktor-faktor lain yang sekiranya berpengaruh tidak berubah sama sekali (konstan). Pemakaian sumber daya dalam suatu proses produksi juga diukur sebagai arus. Modal dihitung sebagai sediaan jasa, katakanlah mesin per jam, jadi bukan dihitung sebagai jumlah mesinnya secara fisik, (Miller dan Miners, 1999).
2.1.4 Fungsi Produksi
Menurut Joesron dan Suhartati (2003) produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Dengan pengertian ini dapat dipahami bahwa kegiatan produksi adalah mengkombinasikan berbagai input atau masukan untuk menghasilkan output. Hubungan teknis antara input dan output tersebut dalam bentuk persamaan, tabel atau grafik merupakan fungsi produksi. Jadi, fungsi produksi adalah suatu persamaan yang menunjukkan jumlah maksimum output yang dihasilkan dengan kombinasi input tertentu.
Masing-masing faktor maempunyai fungsi yang berbeda dan saling terkait satu sama lain. Kalau salah satu faktor tidak tersedia maka proses produksi tidak akan berjalan, terutama tiga faktor yaitu tanah, modal, dan manajemen, tentu proses produksi atau usahatani tidak akan jalan.
Input produksi sangat banyak dan yang perlu dicatat disini bahwa input produksi hanyalah input yang tidak mengalami proses nilai tambah. Jadi didalam fungsi produksi diatas tidak biasa dimasukkan material sebab dalam fungsi produksi ada subtitusi antara faktor produksi. Hubungan antara input dan output ini dalam dunia nyata sangat sering kita jumpai. Hubungan antara input dan output dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks, sekalipun ada disekitar kita, belum banyak yang memahami berbagai model yang dapat diterapkan untuk mempelajari pola hubungan antara input dan output.
2.2   Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan
Usaha nelayan adalah orang yang melakukan penangkapan di laut dan di tempat yang masih dipengaruhi pasang surut, (Tarigan, 2000). Jadi bila ada yang menangkap ikan di tempat budidaya ikan seperti tambak, kolam ikan, danau, sungai tidak termasuk nelayan. Selanjutnya, menurut Tarigan (2000).
Rendahnya kualitas sumber daya manusia masyarakat nelayan yang terefleksi dalam bentuk kemiskinan sangat erat kaitannya dengan faktor internal dan eksternal masyarakat. Faktor internal misalnya pertumbuhan penduduk yang cepat, kurang berani mengambil resiko, cepat puas dan kebiasaan lainnya yang tidak mengandung modernisasi. Selain itu kelemahan modal usaha dari nelayan sangat dipengaruhi oleh pola pikir nelayan itu sendiri. Faktor eksternal yang mengakibatkan kemiskinan rumah tangga nelayan lapisan bawah antara lain proses produksi didominasi oleh toke pemilik perahu atau modal dan sifat pemasaran produksi hanya dikuasai kelompok tertentu dalam bentuk pasar monopsoni, (Kusnadi, 2003).
Ada tiga faktor yang mempengaruhi peningkatan pendapatan usaha nelayan dan diuraikan sebagai berikut:
1.      Teknologi
Peralatan yang digunakan oleh nelayan dalam penangkapan ikan (produksi) adalah alat penerangan (lampu) dan jaring.
Peralatan atau modal usaha nelayan adalah nilai dari pada peralatan yang digunakan seperti:
·         Harga perahu, apakah mempergunakan mesin besar atau kecil yang dimiliki nelayan.
·         Harga dari peralatan penangkapan ikan, misalnya jaring dan lain-lain.
Tenaga kerja, banyak atau sedikit tenaga kerja yang digunakan dalam melaut (menangkap ikan).

2.      Sosial Ekonomi
Umur. Seseorang yang telah berumur 15 tahun ke atas baru disebut sebagai nelayan, dibawah umur tersebut walaupun ia melaut tidak disebut sebagai nelayan. Umur juga mempunyai pengaruh terhadap pendapatan walaupun pengaruhnya tdk terlalu besar.
Pengalaman. Apabila seseorang dianggap nelayan yang telah berumur 15-30 tahun, diatas 30 tahun dianggap sebagai nelayan yang berpengalaman. Hal ini merupakan kategori atau klasifikasi untuk menentukan banyak jumlah tangkapan ikan dilaut.
Musim. Musim sangat berpengaruh kepada keadaan kehidupan nelayan yaitu musim barat dan musim timur. Dalam satu tahun ada dua musim yaitu musim timur dari bulan Maret sampai Agustus, umumnya gelombang besar, pasang tinggi,arus deras, curah hujan selalu terjadi, keadaan demikian ini pada umumnya nelayan sangat jarang ke laut karena takut bahaya, jadi produksi sedikit dan harga ikan akan tinggi. Pada musim barat biasanya dari September sampai Februari keadaan pasang tidak terlalu tinggi, arus tidak terlampau deras, gelombang tidak terlampau besar. Pada musim inilah nelayan banyak mendapat ikan. Disamping kedua musim tersebut dalam setahun, ada lagi pengaruh musim bulanan yaitu pada bulan purnama. Pada bulan purnama atau terang arus akan deras dan pasang akan tinggi. Sebaliknya pada bulan gelap,  gelombang akan kecil, arus tidak bergerak yang disebut dengan istilah pasang mati. Pada kedua keadaan ini nelayan akan kurang mendapatkan ikan dan harga ikan akan tinggi apalagi pada musim timur keadaan ini umumnya nelayan tidak akan turun melaut, kalaupun turun melaut hanya dipinggir saja.
Kegiatan spekulatif dalam penangkapan ikan semakin meningkat ketika kondisi tangkap melanda. Dalam keadaan yang demikian, sulit membedakan antara masa musim ikan dan masa paceklik, (kusnadi, 2003).
3.      Tata Niaga
Ikan adalah komoditi yang mudah rusak dan busuk, jadi penyampaiannya dari produsen (nelayan) kepada konsumen harus cepat agar kualitas atau kondisinya tidak rusak atau busuk kalau ikan itu diolah. Kondisi atau keadaan ikan ini sangat berpengaruh kepada harga ikan, demikian juga nilai gizinya. Jadi dalam hal ini dilihat nilai efisiensi dari penggunaan tata niaga perikanan tersebut, dari produsen ke konsumen berarti semakin baik dan semakin efisien tata niaganya dan kriterianya adalah sebagai berikut :
Panjang atau pendeknya saluran distribusi yang dilalui oleh hasil produksi dalam hal ini ikan dari nelayan sampai kepada konsumen. Banyak atau sedikitnya dari jumlah pos-pos yang terdapat pada saluran distribusi tersebut. Apabila banyak mengakibatkan panjang (jauhnya) jarak antara produsen dan konsumen akhir yang artinya makin tidak efisien.
Menambah keuntungan atau tidak yaitu setiap pos saluran distribusi tersebut apakah menambah keuntungan atau tidak bagi nelayan. Dalam hal ini kita bandingkan dari kemungkinan-kemungkinan yang ada dan meneliti apakah ada korelasi antara hal-hal diatas tadi akan menambah atau memperbesar pendapatan nelayan. Meningkatnya tangkapan nelayan berarti meningkatkan kesejahtraan nelayan tersebut. Demikian juga hal tersebut menunjang program pemerintah yaitu pengentasan kemiskinan.
Saluran distribusi
Hasil tangkapan (produksi) nelayan itu selanjutnya kita lihat cara pemasarannya, khususnya saluran distribusi dari produsen (nelayan) kepada pemakai akhir atau konsumen. Saluran distribusi dari hasil laut ini dapat dibagi sebagai berikut :
·         Saluran distribusi untuk konsumen akhir
·         Saluran distribusi untuk rumah tangga
·         Saluran distribusi untuk pengawetan
·         Saluran distribusi untuk coldstorage (eksportir)
2.2.1 Modal dan Biaya Produksi
Menurut Milton Friedman, uang merupakan salah satu bentuk kekayaan seperti halnya bentuk-bentuk kekayaan yang lain, misalanya surat berharga, tanah, dan keahlian. Bagi seorang pengusaha, uang merupakan barang yang produktif. Apabila uang tersebut dikombinasikan dengan faktor produksi yang lain, pengusaha dapat menghasilkan barang. Dengan demikian, teori permintaan uang dapat pula dipandang sebagai teori tentang modal (Capital Theory).
Friedman memberikan definisi kekayaan meliputi segala sesuatu yang merupakan sumber pendapatan. Salah satu sumber pendapatan ini berasal dari diri manusia itu sendiri, yaitu keahlian (skill). Milton Friedman ternyata  membagi kekayaan dengan lima kategori, yaitu uang, kas obligasi, saham, kekayaan yang berbentuk fisik, dan kekayaan yang berbentuk manusia atau keahlian (skill).
Akumulasi modal terjadi apabila sebagian dari pendapatan di tabung dan di investasikan kembali dengan tujuan memperbesar output dan pendapatan dikemudian hari. Pengadaan pabrik baru, mesin-mesin, peralatan dan bahan baku meningkatkan stock modal secara fisik (yakni nilai riil atas seluruh barang modal produktif secara fisik) dan hal ini jelas memungkinkan akan terjadinya peningkatan output di masa mendatang, (Sukirno,2000).
Manusia selalu memiliki aset (modal) yang dengan modal itu dia bisa mempertahankan hidup dengan baik. Bahkan orang yang paling miskin sekalipun selalu memiliki aset kehidupan atau sumber daya dimana dengan itu mereka bergantung. Usaha untuk membuat kehidupan yang lebih terjamin dan berkelanjutan haruslah dibangun diatas pemahaman terhadap aset-aset yang telah dimiliki dan sejauh mana mereka dalam menggunakan dan mengembangkan aset tersebut. Adapun modal tersebut  adalah modal sumber daya alam, modal ekonomi, modal fisik dan modal sosial. (Mukherjee, 2001)
Modal ada dua macam, yaitu modal tetap dan modal bergerak. Modal tetap diterjemahkan menjadi biaya produksi melalui deprecition cost dan bunga modal. Modal bergerak langsung menjadi biaya produksi dengan besarnya biaya itu sama dengan nilai modal yang bergerak.
Setiap produksi subsektor perikanan dipengaruhi oleh faktor produksi modal kerja. Makin tinggi modal kerja per unit usaha yang digunakan meka diharapkan produksi ikan akan lebih baik, usaha tersebut dinamakan padat modal atau makin intensif.
Sebagian dari modal yang dimiliki oleh nelayan digunakan sebagai biaya produksi atau biaya operasi, yaitu penyediaan input produksi, biaya operasi dan biaya-biaya lainnya dalam suatu usaha kegiatan nelayan. Biaya produksi atau biaya operasi nelayan biasanya diperoleh dari kelompok nelayan kaya ataupun pemilik modal, karena adanya hubungan pinjam-meminjam uang sebagai modal kerja dimana pada musim panen hasil tangkap (produksi) ikan nelayan digunakan untuk membayar seluruh pinjaman/utang, dan tingkat harga ikan biasanya ditentukan oleh pemilik modal.
Total biaya diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variabel cost). Biaya tetap (FC) adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun hasil tangkapan ikan (produksi) diperoleh banyak atau sedikit. Biaya variabel (VC) adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh hasil tangkapan ikan (produksi) yang diperoleh, contohnya biaya untuk tenaga kerja. Total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC), maka TC = FC + VC, (Rahardja, Manurung, 2006).

2.2.2 Faktor Tenaga Kerja
Teori Keynes mengatakan cara mengurangi pengangguran yaitu dengan memperbanyak investasi, misalnya mesin karena mesin butuh operator otomatis akan menyerap tenaga kerja. Selain itu konsumsi harus sama dengan pendapatan, karena banyaknya tingkat konsumsi akan memerlukan juga banyak output sehingga otomatis harus menambah perkerja, apabila outpunya banyak otomatis gaji para pekerja akan naik sehingga daya beli mereka meningkat, (Noer, 2009).
Tenaga kerja merupakan faktor yang sangat penting dalam produksi, karena tenaga kerja merupakan faktor penggerak faktor input yang lain, tanpa adanya tenaga kerja maka faktor produksi lain tidak akan berarti. Dengan meningkatnya produktifitas tenaga kerja akan mendorong peningkatan produksi sehingga pendapatan pun akan ikut meningkat.
Aset  utama  para  usaha nelayan, hanya tenaga kerja dan keterampilan, serta kreatifitas yang relaitif masih rendah. Meskipun pekerjaan sebagai nelayan cepat mendatangkan hasil, tetapi seringkali penghasilan itu tidak mencukupi kebutuhan rumah tangga mereka. Usaha nelayan mempunyai peranan yang sangat substansial dalam modernisasi kehidupan manusia. Mereka termasuk agent of development yang saling reaktif terhadap perubahan lingkungan. Sifat yang lebih terbuka dibanding kelompok masyarakat yang hidup di pedalaman, yang menjadi stimulator untuk menerima perkembangan modern.
Berbicara masalah tenaga kerja di Indonesia dan juga sebagian besar negara-negara berkembang termasuk negara maju pada umumnya merupakan tenaga kerja yang dicurahkan untuk usaha nelayan atau usaha keluarga. Keadaan ini berkembang dengan semakin meningkatnya kebutuhan manusia dan semakin majunya suatu kegiatan usaha nelayan karena semakin maju teknologi yang digunakan dalam operasi penangkapan ikan, sehingga dibutuhkan tenaga kerja dari luar keluarga.
Setiap usaha kegiatan nelayan yang akan dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja, banyaknya tenaga kerja yang dibutuhkan harus sesuai dengan kapasitas kapal motor yang dioperasikan sehingga akan mengurangi biaya melaut (lebih efisien) yang diharapkan pendapatan tenaga kerja akan lebih meningkat, karena tambahan tenaga tersebut profesional, (Masyhuri, 1999). Oleh karena itu dalam analisa ketenagakerjaan usaha nelayan, penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan kerja. Curahan tenaga kerja yang dipakai dalam besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai.
2.2.3  Faktor Pengalaman
Pengalaman kerja adalah pengetahuan atau keterampilan yang telah diketahui dan dikuasai seseorang yang akibat dari perbuatan atau pekerjaan yang telah dilakukan selama beberapa waktu tertentu, (Trijoko, 1980).
Pengalaman sebagai nelayan secara langsung maupun tidak, memberikan pengaruh kepada hasil penangkapan ikan. Semakin lama seseorang mempunyai pengalaman sebagai nelayan, semakin besar hasil dari penangkapan ikan dan pendapatan yang diperoleh, (Yusuf, 2003).
Faktor pengalaman, faktor ini secara teoritis dalam buku, tidak ada yang membahas bahwa pengalaman merupakan fungsi dari pendapatan atau keuntungan. Namun, dalam aktivitas nelayan dengan semakin berpengalaman dalam menangkap ikan bisa meningkatkan pendapatan atau keuntungan.
2.2.3.1. Pengukuran Pengalaman Kerja
Menurut Asri, (1986), Pengukuran pengalaman kerja sebagai sarana untuk menganalisa dan mendorong efisiensi dalam pelaksanaan tugas pekerjaan. Beberapa hal yang digunakan untuk mengukur pengalaman kerja seseorang adalah:
1)      Gerakannya mantap dan lancar Setiap anggota yang berpengalaman akan melakukan gerakan yang mantap dalam bekerja tanpa disertai keraguan.
2)      Gerakannya berirama, Artinya terciptanya dari kebiasaan dalam melakukan pekerjaan sehari – hari.
3)      Lebih cepat menanggapi tanda – tanda, Artinya tanda – tanda seperti akan terjadi kecelakaan kerja
4)      Dapat menduga akan timbulnya kesulitan sehingga lebih siap menghadapinya karena didukung oleh pengalaman kerja dimilikinya maka seorang anggota yang berpengalaman dapat menduga akan adanya kesulitan dan siap menghadapinya.
5)      Bekerja dengan tenang, Seorang anggota yang berpengalaman akan memiliki rasa percaya diri yang cukup besar
2.2.4  Faktor Teknologi
Nelayan dikategorikan sebagai seseorang yang pekerjaannya menangkap ikan dengan mengunakan alat tangkap yang sederhana, mulai dari pancing, jala, jaring, pukat, dan lain sebagainya. Namun dalam perkembangannya dikategorikan sebagai seorang yang berprofesi menangkap ikan dengan alat yang lebih modern ialah kapal ikan dengan alat tangkap modern.
Semakin canggih teknologi yang digunakan nelayan maka akan semakin meningkatkan produktifitas hasilnya lebih meningkatkan produksi, yang didalamnya tersirat kesimpulan bahwa masyarakat akan memperoleh penghasilan yang lebih tinggi.
Keberadaan nelayan digolongkan menjadi 4 tingkatan dilihat dari kapasitas teknologi (alat tangkap dan armada), orientasi pasar dan karakteristik pasar. Keempat kelompok tersebut, antara lain nelayan tradisional (peasant-fisher) yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan sendiri; post peasant-fisher atau nelayan yang menggunakan teknologi penangkapan ikan yang lebih maju, seperti motor tempel atau kapal motor; commercial fisher atau nelayan yang telah berorientasi pada peningkatan keuntungan, dan industrial fisher yang memiliki beberapa ciri, seperti terorganisasi, padat modal, pendapatan lebih tinggi, dan berorientasi ekspor,(Satria, 2002).
2.3  Tinjauan Empiris (Penelitian Terdahulu)
Zulfikar (2002), hasil penelitian tentang analisis bagi hasil terhadap pendapatan buruh nelayan di Kabupaten Deli Serdang, bahwa hasil analisis dapat diketahui untuk uji beda rata-rata nelayan melaut marawai dan melaut pancing diperoleh t-hitung 12,20 pada tingkat pengujian signifikan 5% maka t-tabel = 1,734. Karena t-hitung > t-tabel maka Ho ditolak. Artinya ada perbedaan yang signifikan antara pendapatan melaut marawai dan pancing. Untuk uji beda rata-rata melaut pancing dan melaut jaring diperole t-hitung 2,21 pada tingkat signifikan 5% maka t-tabel = 1,734. Karena t-hitung > t-tabel maka Ho ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara melaut pancing dan jaring.
Salim (1999), dalam penelitian tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan nelayan di Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh, menyatakan bahwa variabel independent jarak tempuh melaut, modal, pengalaman kerja, jumlah perahu dan tenaga kerja dapat menerangkan variansi variabel dependent (pendapatan nelayan) sebesar 98%, dan variabel independent yang bisa diperhitungkan atau berpengaruh terhadap variabel dependent adalah pengalaman kerja dan jumlah perahu yang masing-masing nyata pada taraf signifikansi 95% dan 99%. Untuk variabel pengalaman dan jumlah perahu, masing-masing hipotesis diterima sedangkan untuk variabel yang lain ditolak.
Sasmita (2006), dalam penelitian tentang anaisis faktor-faktor yang mempengaruhi usaha nelayan di Kabupaten Asahan, menyatakan bahwa variabel independent modal, jumlah tenaga kerja, jumlah perahu,  dan waktu melaut yang dapat menerangkan variansi variabel dependent (pendapatan usaha nelayan) sebesar 60,7%. Dari variabel independent yang diteliti modal kerja dan melaut signifikan pada tingkat dignifikan 5% sedangkan jumlah tenaga kerja signifikan pada tingkat signifikansi 10%.
Haharap (2003), dalam penelitian tentang analisis masalah kemiskinan dan tingkat pendapatan nelayan tradisional di Kelurahan Indah Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan, menyatakan bahwa variabel independen modal investasi/awal, jam melaut, jumlah tanggungan, pendidikan dan biaya operasional dapat menerangkan variabel dependent (pendapatan nelayan nasional) sebesar 85,6%. Dari variabel independent yang diteliti modal investasi/awal, jam melaut, biaya operasional signifikan pada tingkat α = 5% sedangkan jumlah tanggungan signifikan pada tingkat α = 10%.
2.4   Kerangka Pikir
Dalam kerangka pemikiran perlu dijelaskan secara teoritis antara variabel bebas dan variabel terikat. Berdasarkan pada uraian sebelumnya maka kerangka pemikiran peneliti dalam penelitian ini adalah pendapatan nelayan (sebagai variabel terikat) yang dipengaruhi oleh modal kerja, tenaga kerja, pengalaman kerja dan teknologi (sebagai variabel bebas).
Variabel terikat (dependen variabel) adalah pendapatan usaha nelayan yang telah berjalan lebih dari 10 tahun.
Variabel bebas (independent variabel) adalah modal kerja, tenaga kerja, pengalaman kerja dan teknologi.
Faktor modal kerja masuk kedalam penelitian karena secara toritis modal kerja memepengaruhi pendapatan usaha. Peningkatan dalam modal kerja akan mempengaruhi pendapatan usaha. Peningkatan dalam modal kerja akan mempengaruhi peningkatan jumlah tangkapan ikan/ produksi sehingga akan meningkatkan pendapatan. Modal kerja adalah modal yang digunakan nelayan untuk melaut, misalnya : bahan bakar (solar), pengawet ikan (es balok).
Faktor tenaga kerja masuk dalam penelitian ini karena secara teoritis tenaga kerja akan mempengaruhi pendapatan usaha. Tenaga kerja yang dimaksudkan disini adalah banyaknya orang yang pergi melaut dalam satu perahu atau kapal usaha nelayan.
Faktor pengalaman kerja, faktor ini secara teoritis dalam buku tidak ada yang membahas pengalaman merupakan fungsi dari pendapatan atau keuntungan. Namun, dalam prakteknya, nelayan yang semakin   berpengalaman dalam melaut bisa meningkatkan pendapatannya, dikarenakan orang yang berpengalaman dapat mengetahui lokasi dimana saja ikan-ikan bergerombolan disaat tertentu.
Faktor teknologi, Semakin canggih teknologi yang digunakan nelayan maka akan semakin meningkatkan produktifitas hasilnya lebih meningkatkan produksi, yang didalamnya tersirat kesimpulan bahwa masyarakat akan memperoleh penghasilan yang lebih tinggi.
Dengan demikian kerangka pikir penelitian hubungan antara modal kerja, tenaga kerja, pengalaman kerja dan teknologi terhadap pendapatan usaha nelayan di Kabupaten Bone dapat digambarkan sebagai berikut :
 













                                                                                              

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian
2.5  Hipotesis
Berdasarkan permasalahan pokok dan tinjauan pustaka diatas, maka dapat dibuat hipotesis sebagai berikut:
·         Diduga variabel modal kerja, tenaga kerja, pengalaman kerja, teknologi berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan usaha nelayan di di Desa Panipahan Laut Kecamatan Pasir Limau Kapas Kabupaten Rokan Hilir.

















BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini mencakup faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan usaha nelayan di Desa Panipahan Laut Kecamatan Pasir Limau Kapas Kabupaten Rokan Hilir, khususnya pengaruh modal kerja, jumlah tenaga kerja, pengalaman kerja, dan teknologi.
3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di Desa Panipahan Laut Kecamatan Pasir Limau Kapas Kabupaten Rokan Hilir,
3.3 Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data penelitian merupakan faktor yang penting yang menjadi pertimbangan yang menentukan metode pengumpulan data. Data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua jenis berdasarkan pada pengelompokannya yaitu :
a.       Data Primer
Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui perantara). Data primer secara khusus dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan penelitian (Indriantoro, 1999). Dalam penelitian ini data diambil berdasarkan kuesioner yang diwawancarakan kepada responden.
b.      Data Sekunder
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara atau diperoleh dan dicatat oleh pihak lain (Indriantoro, 1999). Dalam penelitian ini data diperoleh dari BPS maupun instansi terkait seperti Dinas Kelautan dan Perikanan,
3.4 Metode Pengumpulan Data
1.      Penelitian Lapangan
Yaitu pengambilan di daerah/lokasi penelitian dengan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
·         pertama, observasi, yakni teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara pengamatan terhadap obyek, misalnya perlengkapan perahu/kapal motor yang dipergunakan nelayan dalam menangkap ikan, 
·         kedua, interview, yakni teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan tanyak jawab secara lisan terhadap responden,
·         ketiga, kuesioner, yakni suatu teknik pengumpulan data dengan cara memberikan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh masyarakat nelayan sebagai responden.

2.      Penelitian Kepustakaan
Yaitu penelitian yang melalui beberapa buku bacaan, literatur atau keterangan-keterangan ilmiah untuk memperoleh teori-teori yang melandasi dalam menganalisa data yang diperoleh dari lokasi penelitian.



3.5  Teknik Pengambilan Sampel
      3.5.1 Populasi
Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit atau obyek analisa yang ciri-ciri karakteristiknya hendak diduga. Populasi dalam penelitian ini adalah para usaha nelayan yang berada di Desa Panipahan Laut Kecamatan Pasir Limau Kapas Kabupaten Rokan Hilir,, dimana populasi penelitian ini yaitu sebesar 150 usaha nelayan. (belum tau)
      3.5.2 Sampel
     Sampel adalah bagian populasi yang hendak diselidiki. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode Proposive Sampling untuk mengetahui populasi yang mana ingin diteliti, dan kemudian menggunakan metode Simple Random Sampling  yang artinya semua populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel.
Adapun kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah usaha nelayan yang berangkat melaut pada pukul 14.00 dan kembali pada pukul 06.00 hari berikutnya, dan usaha nelayan yang telah berjalan lebih dari 10 tahun. ( belum tau )
3.6 Model Analisis
Dalam penelitian ini akan menjelaskan pengaruh antara modal kerja, tenaga kerja, pengalaman kerja dan teknologi terhadap pendapatan usaha nelayan di Kabupaten Bone yang drumuskan dalam fungsi :
            Y = F (X1, X2, X3, X4)………………………………….…………..(3.1)

 Dimana:
            Y                     = pendapatan usaha nelayan
X1                    = modal kerja
X2                    = tenaga kerja
X3                    = pengalaman kerja
X4                    = teknologi
Dalam analisis ini pendekatan yang dilakukan adalah analisis fungsi produksi, dimana fungsi produksi menggambarkan hubungan antara input dan output. Bentuk fungsi produksi yang digunakan adalah :
Y = A X1β1 X2β2 X3β3 X4β4 ………………………………………….(3.2)
Selanjutnya fungsi tersebut ditransformasikan ke dalam bentuk ekonometrikanya sebagai berikut :
Ln Y = β0 + β1 Ln X1 + β2Ln X2 + β3Ln X3 + β4 Ln X4 + µ …..………..(3.3)
Dimana :
            Y                     = pendapatan usaha nelayan
X1                       = modal kerja
X2                    = tenaga kerja
X3                    = pengalaman kerja
X4                    = teknologi
β0                            = intercept
β1                     = koefisien regresi, i = 1, 2, 3, dan 4
µ                      = eror term (kesalahan pengganggu)
3.7  Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini meliputi pengujian serempak (uji-f), pengujian individu (uji-t), dan pengujian ketetapan perkiraan (R2), uji asumsi klasik yang meliputi multikolinearitas, heteroskedasitas,  autokorelasi dan normalitas.
3.7.1        Uji Statistik
1.      Pengujian Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi merujuk kepada kemampuan dari variabel independen (X) dalam menerangkan variabel dependen (Y). Koefisien determinasi digunakan untuk menghitung seberapa besar varian dan variabel dependen dapat dijelaskan oleh variasi variabel-variabel independen. Nilai R2 paling besar 1 dan paling kecil 0 (0 < R2< 1). Bila R2sama dengan 0 maka garis regresi tidak dapat digunakan untuk membuat ramalan variabel dependen, sebab variabel-variabel yang dimasukkan ke dalam persamaan regresi tidak mempunyai pengaruh varian variabel dependen adalah 0.
Tidak ada ukuran yang pasti berapa besarnya R2 untuk mengatakan bahwa suatu pilihan variabel sudah tepat. Jika R2 semakin besar atau mendekati 1, maka model makin tepat data. Untuk data servei yang berarti bersifat cross section, data yang diperoleh dari banyak responden pada waktu yang sama, maka nilai R2 = 0,3 sudah cukup baik.
2.      Pengujian Signifikan Simultan (Uji f-test statistik)
Uji ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara signifikan terhadap variabel dependen. Dimana jika fhitung< ftabel, maka H0 diterima atau variabel independen secara bersama-sama tidak memiliki pengaruh terhadap variabel dependen (tidak signifikan) dengan kata lain perubahan yang terjadi pada variabel terikat tidak dapat dijelaskan oleh perubahan variabel independen, dimana tingkat signifikansi yang digunakan yaitu 5%. Analisis koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa besar pengaruh variabel independen (modal kerja, tenaga kerja, pengalaman kerja,teknologi) terhadap variabel dependen (pendapatan nelayan).
3.      Pengujian Signifansi Parameter Individual (Uji t-test statistik)
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen secara sendiri-sendiri mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Dengan kata lain, untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen dapat menjelaskan perubahan yang terjadi pada variabel dependen secara nyata.
Untuk mengkaji pengaruh variabel independen terhadap dependen secara individu dapat dilihat hipotesis berikut: H1 : β1 = 0 → tidak berpengaruh, H1 : β1 > 0 → berpengaruh positif, H1 : β1 < 0 → berpengaruh negative. Dimana β1 adalah koefisien variabel independen ke-1 yaitu nilai parameter hipotesis. Biasanya nilai β dianggap nol, artinya tidak ada pengaruh variabel X1 terhadap Y. bila thitung< ttabel maka H0 diterima (tidak signifikan). Uji t digunakan untuk membuat keputusan apakah hipotesis terbukti atau tidak, dimana tingkat signifikan yang digunakan yaitu 5%.
3.7.2 Uji Asumsi Klasik
1.      Uji Multikolinearitas
Multikolinieritas adalah suatu kondisi dimana terjadi korelasi yang kuat diantara variabel-variabel bebas (X) yang diikutsertakan dalam pembentukan model regresi linear (Gujarati, 1991). Untuk mendeteksi multikolinearitas dengan menggunakan Eviews-7.0 dapat dilakukan dengan melihat korelasi antar variabel bebas (Correlation Matrix).
2.      Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah keadaan dimana variabel gangguan pada periode tertentu berkorelasi dengan variabel yang pada periode lain, dengan kata lain variabel gangguan tidak random. Akibat dari adanya autokorelasi adalah parameter yang diestimasi menjadi bias dan variannya minimum, sehingga tidak efisien, (Gujarati, 2003). Untuk menguji ada tidaknya autokorelasi salah satunya dilihat dalam pengujian terhadap nilai Durbin Watson (Uji DW) yang dibandingkan dengan nilai dtabel.
3.      Uji Heteroskedasitas
Pengujian ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Keteroskedasitas terjadi apabila variabel gangguan tidak mempunyai varian yang sama untuk semua observasi. Akibat adanya heteroskedasitas, penaksir OLS tidak bias tetapi tidak efisien (Gujarati dan Porter, 2003). Cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedasitas dapat dilakukan dengan menggunakan white heteroscedasticity yang tersedia dalam program Eviews 7.0.
4.      Uji Normalitas
Uji normalitas adalah untuk melihat apakah nilai residual terdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki nilai residual yang terdistribusi normal. Jadi uji normalitas bukan dilakukan pada masing-masing variabel tetapi pada nilai residualnya. Sering terjadi kesalahan yang jamak yaitu bahwa uji normalitas dilakukan pada masing-masing variabel.
3.8 Defenisi Operasional Variabel Penelitian
a.       Pendapatan usaha nelayan adalah pendapatan bersih usaha nelayan yang diperoleh dari hasil penjualan tangkapan/produksi ikan setelah dikurangi modal kerja selama sebulan. (Rp)
b.      Modal kerja adalah biaya-biaya yang dikeluarkan oleh nelayan dalam memperoleh hasilnya. Biaya-biaya itu terdiri dari : bahan bakar (solar), bahan pengawet ikan (es balok), dll selama sebulan (Rp)
c.       Tenaga kerja adalah banyaknya orang yang ikut melaut dalam satu usaha nelayan selama sebulan.(jiwa/orang)
d.      Pengalaman adalah rata-rata pemilik yang sudah menjalani profesi hidupnya sebagai usaha nelayan dalam jangka waktu tertentu (tahun).
  1. Teknologi adalah penggunaan alat-alat tangkap modern misalnya jaring,pencahayaan buatan (lampu) yang menggunakan generator, (buah)














DAFTAR PUSTAKA
______, Statistik Indonesia berbagai edisi Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan : Badan Pusat Statistika
Algifari. 2000. Analisis Regresi : Teori, Kasus, dan Solusi. Edisi 2. BPFE. Yogyakarta.
Asri,1986,http://skripsi-manajemen.blogspot.com/2011/02/pengertian-pengalaman-kerja.html, Pengelolaan Karyawan. BPFE : Yogyakarta.
Danuri, Rokhim, 2009. Reorientasi Pembangunan Berbasis Kelautan,
Ghozali Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. BP Undip. Semarang.
Gujarati, D. 1991,Ekonometrika Dasar , Penerbit Erlangga, Jakarta.
Imron, masyuri. 2003 kemiskinan dalam Masyarakat Nelayandalam Jurnal  masyarakat dan budaya. PMB –LIPI.
Indriantoro dan Supomo. 1999. Metodologi Untuk Aplikasi dan Bisnis. BPFE, Yogyakarta.
Joesran, Fathorrozi, 2003. Teori Ekonomi Mikro. Salemba Empat, Jakarta.
Kusnadi, 2003. Akar Kemiskinan Nelayan. LKiS, Yogyakarta
Masyhuri, 1999, Usaha Penangkapan Ikan di Jawa dan Madura: Produktivitas dan Pendapatan Buruh Nelayan, masyarakat Indonesia, XXIV, No. 1
Miller, R. L., R. E. Meiners, 1999. Teori Ekonomi Mikro Intermediate. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Mubyarto. 1985. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta
Mukherjee. Hardjono, Carriere. 2001. People, poverty, and livelihoods. Link for sustanabel poverty reducation in Indonesia. The world bank and department for internasional development. UK
NoerSasongko,2009.http://ekonomikamakro.blogspot.com/2009/03/teori-makro-keynes-pasar-uang-dan-pasar.html
Rahardja, Manurung, 2006, Teori Ekonomi Mikro,Edisi Ketiga, LP Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Said, Ali, Harahap, 2003, Analisis Masalah Kemiskinan dan Ketimpangan Pendapatan Nelayan di Medan Belawan, Sumut, Tesis S2 PPS USU, Medan.
Salman, 1995. Kemiskinan Struktural dan Polarisasi sosial Pada Masyarakat Nelayan, Ujung Pandang.
Sasmita, 2006. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Usaha Nelayan di Kabupaten Asahan, Tesis S2. PPS USU, Medan.
Sastrawidjaya, dkk, 2002, Nelayan Nusantara,Pusat Pengolahan Produk Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
Satria. 2002. Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. Cidesindo, Jakarta.
Serdati, Novalina, 2002. Identifikasi potensi area, kualitas air dan karakteristik oseanografi perairan zona I Sulawesi tengah untuk pengembangan budidaya laut. Jurnal agroland volume 14 nomor 4
Sobri, 1999. Ekonomi Makro, BPFE-UGM, Yogyakarta.
Sukirno, S., 2004. Pengantar Teori MikroEkonomi. Raja Grafindo persada, Jakarta.
Sukirno, S., 2006. Makroekonomi,Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Taufik , P. 2001. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan di Daerah Tingkat II Kotamadya Sibolga, Skripsi S1 FE USU, Medan.
Trijoko,1980.http://skripsi-manajemen.blogspot.com/2011/02/pengertian-pengalaman-kerja.html
Winardi, 1988. Pengantar Ilmu Ekonomi. Tarsito, Bandung









Lampiran 1
JADWAL PENELITIAN

            Penelitian ini akan dilaksanakan selama 4 bulan, dimulai dari bulan Mei sampai dengan bulan Agustus 2014.
Kegiatan
Juli
Agustus
September
Oktober

1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1.       Persiapan


a.       Penulisan proposal
















b.       Perbaikan proposal
















c.        Seminar proposal
















2.       Penelitian


a.       Pengumpulan data
















b.       Analisis data
















c.        Perumusan hasil
















3.       Penyusunan laporan


a.       Draf laporan
















b.       Seminar hasil
















c.        Perbaikan
















d.       Ujian
















e.        Perbanyakan

















Lampiran 2
ORGANISASI PENELITIAN

Pelaksana Penelitian:
Nama                           : Abror Ridho Subhan
NPM                           : 114210234
Program Studi             : Agribisnis
Fakultas                       : Pertanian

Dosen Pembimbing:
1.      Nama                     : Dr. Azharuddin M Amin, SP, M. Sc
Jabatan                  : Pembimbing 1
                                Dosen Fakultas Pertanian – UIR

2.      Nama                     : Asrol, SP, M.Ec
Jabatan                  : Pembimbing 2
                                Dosen Fakultas Pertanian – UIR








Lampiran 3

ANGGARAN BIAYA PENELITIAN

No.
Uraian
Biaya
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Kertas 2 rim
Alat tulis
Pembuatan proposal
Perbaikan proposal
Perbanyakan proposal
Biaya internet
Pembuatan skripsi
Perbaikan skripsi
Perbanyakan skripsi
Konsumsi seminar proposal dan skripsi
Rp.      80.000,-
Rp.      30.000,-
Rp.    200.000,-
Rp.    150.000,-
Rp.    150.000,-
Rp.    200.000,-
Rp.    350.000,-
Rp.    200.000,-
Rp.    300.000,-
Rp.    400.000,-
Jumlah
Rp. 2.060.000,-
Biaya tak terduga ( 10% )
Rp.    206.000,-
Total biaya
Rp. 2.266.000,-

Terbilang: Dua Juta Dua Ratus Enam Puluh Enam Ribu Rupiah



Lampiran 4

OUTLINE SEMENTARA
DAFTAR ISI
                                                                                                                     Halaman
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
I.     PENDAHULUAN
1.1.    Latar Belakang
1.2.    Perumusan Masalah
1.3.    Tujuan dan Manfaat Penelitian
II.  TINJAUAN PUSTAKA
2.1.      Tinjauan Teoritis
2.1.1  Usaha Nelayan
2.1.2  Teori Pendapatan
2.1.3  Teori Produksi
2.1.4  Fungsi Produksi
2.2.      Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan
2.2.1  Modal dan Biaya Produksi
2.2.2  Faktor Tenaga Kerja
2.2.3  Faktor Pengalaman
2.2.4  Faktor Teknologi
2.3.   Tinjauan Empiris (Penelitian Terdahulu)
Kerangka Pikir

2.4.   Karakteristik dan Pemasaran Hasil Produk Pertanian
2.5.   Hipotesis
III.                       METODE PENELITIAN
3.1.  Ruang Lingkup Penelitian
3.2.  Lokasi Penelitian
3.3.  Jenis dan Sumber Data
3.4.  Metode Pengumpulan Data
3.5.  Teknik Pengambilan Sampel
3.5.1.  Populasi
3.5.2.  Sampel

          3.6  Model Analisis

          3.7  Pengujian Hipotesis

                 3.7.1  Uji Statistik

                 3.7.2  Uji Asumsi Klasik

3.8   Defenisi Operasional Variabel Penelitian

IV.             GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1.      Deskripsi Objek Penelitian
4.2.      Hubungan Antar Variabel Bebas Terhadap Variabel Terikat
4.3.      Pembahasan Hasil Regresi

V.                KESIMPULAN DAN SARAN
5.1    Kesimpulan
5.2    Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN






















Lampiran 5


KUISIONER PENELITIAN
ANALASIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN NELAYAN STUDI DI DESA PANIPAHAN LAUT KECAMATAN PASIR LIMAU KAPAS KABUPATEN ROKAN HILIR
Bagian I. Responden
A.       Identitas Responden
1.      Nama                                      :   …………………………
2.      Usia                                        :   ………..tahun
3.      Jenis Kelamin                         :   ………..(L/P)
4.      Status pernikahan                   :   …………………………
5.      Jumlah anggota keluarga        :   ………………………… orang
6.      Suku                                       :   …………………………
7.      Pekerjaan
a   Pelajar/mahasiswa              d.  wiraswasta
b. Pegawai Negeri                 e.   Ibu RT
c. Pegawai swasta                 f.   Lainnya
8.   Pendidikan terakhir :
a   SD                                     d.  Diploma
b. SLTP                                 e.   Sarjana/S1
c. SLTA                                 f.   Pasca sarjana
9.   Pendapatan rata-rata keluarga per bulan (Rupiah)
a.    <Rp. 500.000
b.      Rp. 500.00 - Rp. 1.499.000
c.      Rp. 1.500.000 – Rp. 2.499.000
d.     Rp. 2.500.000 - Rp. 5.000.000
e.    > Rp. 5.000.000
B.           PERTANYAAN

1.      Berapa pendapatan usaha nelayan anda dalam sebulan?
a.       Rp. 5.000.000, - Rp. 20.000.000
b.      Rp. 21.000.000, - Rp. 40.000.000
c.       Rp. 41.000.000, - Rp. 60.000.000,
d.      > Rp. 61.000.000,
2.      Berapa modal usaha nelayan anda dalam sebulan?
a.       Rp. 5.000.000, - Rp. 10.000.000,
b.      Rp. 11.000.000, - Rp. 15.000.000,
c.       Rp. 16.000.000, - Rp. 20.000.000
d.      > Rp. 21.000.000
3.      Berapa banyak tenaga kerja yang dimiliki dalam usaha nelayan anda?
a.       2 – 5 orang
b.      6 – 10 orang
c.       >14 orang
4.      Berapa lama pengalaman anda dalam menjalankan usaha nelayan?
a.       5 – 10 tahun
b.      11 – 20 tahun
c.       >20 tahun
5.      Berapa banyak alat teknologi yang anda miliki pada usaha nelayan anda,
meliputi :
a.       Alat tangkap  ……. Buah,
P: …….. m  X  L: ……… m
b.      Mesin:               buah
c.       Pencahayaan (lampu)
250 watt :             buah
1500 watt :           buah

6.      Apa kendala anda dalam menjalankan usaha nelayan?
a.       Modal usaha
b.      Peran dari pemerintah
c.       Lain – lain …………….
7.      Berapa rata-rata hasil tangkapan perhari?
a.       < 100 kg
b.      100 kg – 300 kg
c.       300 kg – 500 kg
d.      > 500 kg
8.      Apa faktor yang mempengaruhi penurunan hasil produksi usaha nelayan anda?
a.       Cuaca
b.      Kerusakan mesin
c.       Kekurangan tenaga kerja
d.      Lain-lain …………
9.      Disamping usaha nelayan, pekerjaan apa yang anda geluti ?
a.       PNS
b.      Petani
c.       Pedagang
d.      Tidak ada
e.       Lain-lain ……..
10.  Bagaimana sistem pemberian upah tenaga kerja anda?
a.       Harian
b.      Mingguan
c.       Bulanan
11.  Berapa banyak bahan bakar yang anda gunakan dalam sebulan?
a.       30 Liter* - 40 Liter*
b.      40 Liter* – 60 Liter*
c.       > 70 Liter